JAYAPURA, Papuanesia.id – Jenderal Kopassus hampir gugur di medan operasi tidak banyak yang mengetahui. Para jenderal tersebut dengan berani menjalankan tugas membela Tanah Air.
Kopassus merupakan pasukan elite Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD). Korps baret merah merupakan prajurit pilihan terlatih yang kuat dan tangguh.
Keberanian dan ketangguhan prajurit Komando membuat pasukan tersebut mampu mengukir prestasi gemilang dan ditakuti musuh. Prajurit Kopassus diterjunkan jika ada misi khusus dan berbahaya yang mengancam keselamatan negara.
Bahkan, dalam misi berbahaya tersebut, ada sejumlah jenderal Kopassus hampir gugur di medan operasi.
Berikut jenderal Kopassus hampir gugur di medan operasi:
1. Jenderal TNI (Purn) Leonardus Benny (LB) Moerdani
Benny Moerdani atau biasa dikenal dengan LB Moerdani menjadi legenda dalam dunia militer. Pria kelahiran Cepu, Blora, Jawa Tengah pada 2 Oktober 1932 ini memiliki keberanian sebagai prajurit sejati untuk melindungi Tanah Air.
Keberaniannya jauh di atas prajurit biasa. Bahkan, nyaris tidak ada medan pertempuran di negeri ini yang tidak diadang Benny Moerdani.
Ketangguhan dan keberaniannya menjadikan Benny Moerdani ikon pada operasi pembebasan Irian Barat yang sekarang bernama Papua pada 1962 dan ketika Operasi Ganyang Malaysia pada 1964. Pada kedua palagan ini Benny Moerdani dihadapkan dengan pasukan elite Belanda, yaitu Koninklijke Mariniers dan Special Air Service (SAS), Inggris yang merupakan pemenang pada Perang Dunia II.
Saat perburuan Benny Moerdani oleh pasukan elite Belanda Koninklijke Mariniers, berawal saat Benny Moerdani yang pada waktu itu berpangkat Kapten bersama prajurit RPKAD kini bernama Kopassus diterjunkan dalam Operasi Naga di Irian Barat.
Dalam perjalanannya menuju pusat pertahanan Belanda yang pada saat itu berada di Merauke, pasukan yang dipimpin oleh Benny Moerdani sedang beristirahat di Sungai Kumbai tiba-tiba diserang oleh Marinir Belanda.
Pertempuran dari jarak dekat pecah. Dalam serangan mendadak tersebut Benny Moerdani berusaha melindungi dan mengarahkan para anggota untuk menyelamatkan diri.
Dalam penyergapan itu, Benny Moerdani nyaris tewas, topi rimbanya tertembak.
Kemudian, saat konfrontasi Indonesia-Malaysia tahun 1964, yaitu dalam Operasi Dwikora di pedalaman hutan Kalimantan Benny Moerdani juga nyaris tewas. Insiden tersebut terjadi saat Benny Moerdani bersama pasukan memutuskan untuk menyusup ke wilayah musuh.
Pasukan SAS yang ada pada saat itu mencium pergerakan Benny Moerdani dan pasukan, sehingga mereka menanti Benny Moerdani beserta pasukan di seberang sungai.
Penembak jitu dari SAS membidik senapannya ke arah Benny Moerdani, namun anehnya pasukan SAS tidak kunjung melepas tembakan. Alasan apa mereka terdiam sehingga ini bisa menjadi peluang bagi Benny Moerdani dan pasukan untuk lolos.
Setelah pensiun Jenderal Benny Moerdani sempat sakit dan dirawat di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto. Benny Moerdani saat itu stroke dan infeksi paru-paru. Dia kemudian meninggal dunia pada 29 Agustus 2004.
2. Letjen TNI (Purn) Sintong Panjaitan
Sintong Panjaitan dengan nama lengkap Sintong Hamonangan Panjaitan merupakan tokoh di dunia militer dan sangat dikenal, khususnya di Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) yang sekarang dengan nama Kopassus.
Pria yang lahir di Tarutung, Sumatera Utara pada 4 September 1940 ini sudah banyak terlibat dalam operasi militer. Selama pengalamannya bertugas, ada insiden yang nyaris merenggut nyawanya.
Saat itu, peluru musuh melewati kepalanya. Insiden itu ketika dia berjuang menundukkan kelompok pemberontak Lodewijk Mandatjan di Papua. Tim RPKAD melakukan kegiatan pembersihan di kota Kecamatan Warmare dan pada siangnya mereka kembali ke Manokwari.
Mereka pulang dengan truk dan melewati daerah rawan penyergapan, setelah berhenti di ketinggian Sintong dan pasukan turun untuk orientasi medan.
Sintong yang saat itu duduk di sebelah Kasi I/Intelijen Korem 171/Manokwari Mayor Fordeling sedang merokok. Mereka ditembak tiba-tiba oleh pemberontak dari jarak dekat, sekitar enam meter dari arah jurang.
Tembakan itu melewati kepala Sintong, namun peluru musuh tidak mengenainya. Saat itu Sintong sedang menggaruk kaki karena digigit semut merah.
Editor : Kurnia Illahi
Sumber: [1]