Papuanesia.id –
JAYAPURA– Presiden Persekutuan Gereja-gereja Baptis West Papua DR. A.G. Socratez Yoman mengungkapkan tiga kali Komisi Pembrantasan Korupsi (KPK) berusaha mengkriminalisasi Lukas Enembe Gubernur Papua. Upaya kriminalisasi Gubernur Papua Lukas Enembe murni tujuan atau agenda politik Tahun 2024, bukan persoalan hukum.
Kelihatannya ada partai politik lain di Indonesia merasa tidak nyaman dan tidak percaya diri untuk memasuki proses politik pada Tahun 2024 di Provinsi Papua. Selama ini ada yang melihat, mengamati dan merasakan, bahwa keberadaan Lukas Enembe Gubernur Papua menjadi ancaman dan hambatan bagi partai politik lain untuk menuju orang nomor satu provinsi Papua.
Cara untuk merobohkan benteng yang kuat Gubernur Papua dan juga Ketua DPD Demokrat Provinsi Papua, Lukas Enembe tidak ada jalan lain, maka KPK dipakai oleh partai politik tertentu untuk kriminalisasi Lukas Enembe Gubernur Papua.
“Pada Rabu, 14 September 2022, saya bertemu dengan Gubernur Papua, bapak Lukas Enembe dikediamannya di Koya Timur dan beliau sampaikan kepada saya, Pak Yoman, masalah sekarang sudah jelas. Ini bukan masalah hukum, tapi ini masalah politik. Pak Budi Gunawan Kepala BIN dan PDIP menggunakan KPK kriminalisasi saya. Pak Yoman harus tulis artikel supaya semua orang harus tahu kejahatan ini. Lembaga Negara kok bisa menjadi alat partai politik tertentu,”Ungkapnya melalui rilis yang diterima Cenderawasih Pos, Kamis (15/9)
Menurutnya ini domainnya para politisi yang selalu saling menjatuhkan satu dengan lain dengan berbagai bentuk cara demi mencapai tujuan dan misi politik. Tetapi, kalau benar, PDIP dan Budi Gunawan Ketua BIN ikut berperan “mengkompori” Lembaga Negara seperti KPK untuk kriminalisasi Lukas Enembe Gubernur Papua, berarti Indonesia hidup tanpa hukum dan hukum sedang dihancurkan.
Menurutnya ada tiga kali KPK berusaha untuk kriminalisasi Lukas Enembe Gubernur Papua, yakni pertama, pada 2 Februari 2017 lalu KPK kalah karena niat kriminalisasi Gubernur Papua gagal. Kedua, pada 2 Februari 2018 di Hotel Borobudur Jakarta. Upaya KPK untuk OTT terhadap Gubernur Enembe Gagal total, sebaliknya 2 orang staf KPK ditangkap dan diserahkan kepada Polda Metro Jaya.
Ketiga adalah September 2022. KPK tanpa memeriksa (klarifikasi) terhadap Gubernur Papua tiba-tiba umumkan Gubernur Papua sebagai Tersangka.
“Rakyat Papua dan rakyat Indonesia, kita tunggu usaha-usaha kriminalisasi berikut dari KPK karena tiga kali usaha kriminalisasi sudah terbuka ke public,”Tegasnya.
Ia menilai KPK menetapkan Lukas Enembe Gubernur Papua sebagai tersangka tanpa diminta keterangan. Hukum apa yang dipakai KPK? apakah ada undang-undang bahwa seseorang ditetapkan sebagai tersangka sebelum diperiksa dan diminta keterangan.
Ia juga mengatakan saat berkunjung kerumah Gubernur Papua Lukas Enembe Gubernur dan Istri Gubernur Yulce W. Enembe menyaampaikan kepadanya bahwa rekening mereka diblokir dan sudah memasuki tiga bulan. Pemblokiran itu tanpa memberitahukan kepada keluarga Gubernur sebagai pemilik rekening sehingga membuat keluarga tidak bisa berbuat apa-apa.
Pada kesempatan itu Gubernur Papua juga menyampaikan tentang uang Rp 1 milyar kepada Socratez Yoman, dimana pada bulan Maret 2019, Gubernur berangkat ke Jakarta pada malam hari karena kesehatannya semakin buruk. Pada waktu itu lockdown karena Covid-19. Waktu berangkat, Gubernur menyiimpan uang di kamar Rp1 milyar. Setelah tiga bulan di Jakarta, pada bulan Mei 2019, Gubernur menelepon Tono yang biasa menata rumah dan halaman.
“Saya minta Tono ke kamar saya dan ambil uang di kamar nilai 1 milyar. Saya minta Tono kirim lewat rekening BCA. Itu uang saya, bukan uang hasil korupsi. KPK ini sembarang saja. Itulah yang diungkapkan Bapa Gubernur Kepada Saya”Ungkap Socratez Yoman.
Socratez Yoman menilai apa yang dilakukan KPK ini murni persoalan politik bukan persoalan hukum. KPK telah menjadi media atau sarana politik untuk partai politik PDIP. Ia mengaku tidak heran, Kriminalisasi berada seperti di jalan tol, karena Kepala BIN, Menteri Dalam Negeri dan KPK dari satu institusi, yaitu Kepolisian
“Apakah untuk menuju 01 Papua pada 2024 harus dengan cara-cara yang kotor, yaitu kriminalisasi Lukas Enembe Gubernur Papua tanpa dasar yang tidak jelas?. Apakah KPK mengejar dan menekan Lukas Enembe yang berada dalam keadaan proses pemulihan kesehatan supaya menambah beban pikiran dan sakit berat? Dimana hati nurani kemanusiaan orang-orang yang berada dalam KPK,”tegasnya.
“Ingat, Hukum Tabur dan Tuai itu tetap berlaku. Siapa menabur kejahatan, dia pasti memetik hasil kejahatannya. Doa dan harapan saya, melalui tulisan singkat ini para pembaca mendapat pemahaman yang benar apa yang dilakukan oleh KPK, Budi Gunawan, PDIP, dan Kepolisian Republik Indonesia meng-kriminalisasi Gubernur Papua bapak Lukas Enembe untuk kepentingan pilitik tahun 2024.(oel/gin)
Continue Reading
Sumber: [1]