Di desa Jiwika, distrik Kurulu, Wamena, Papua, terdapat sosok tubuh kering yang duduk dengan kaki terlipat. Wajahnya berupa tengkorak menganga, menatap langit dengan penuh misteri. Pakaian tradisional pria Papua berupa koteka dan beberapa aksesori masih melekat di tubuhnya, menambah kesan mencekam yang melingkupinya. Sosok ini adalah panglima perang Suku Dani yang telah menjadi mumi berusia lebih dari 370 tahun.
Memumikan jasad manusia tidak hanya tradisi yang ditemukan di Mesir. Indonesia juga memiliki tradisi serupa. Suku Dani, penguasa Lembah Baliem, adalah pelaku tradisi ini. Peninggalan berupa mumi berusia lebih dari 370 tahun yang masih terawat di desa Jiwika menjadi bukti nyata.
Mumi ini adalah panglima perang suku Dani bernama Wimotok Mabel. Nama tersebut, yang berarti “perang terus,” mencerminkan kehidupannya yang penuh dengan peperangan. Saat ia mulai menua dan sakit, Wimotok meminta agar setelah meninggal, ia tidak dibakar seperti tradisi Dani pada umumnya. Ia ingin dimumikan agar jasadnya bisa menjadi peringatan yang mensejahterakan seluruh keturunannya di masa depan.
Proses memumikan jasad orang meninggal ini sangat unik. Jasad diposisikan duduk dengan pakaian kebesarannya, lalu diasapi di depan api unggun selama satu bulan di dalam Honai Pilamo, rumah khusus kaum pria. Setelah itu, jasad dibungkus daun pisang hingga mengeras menjadi mumi, proses yang memakan waktu sekitar lima tahun. Untuk menjaga keawetan mumi, kaum pria melumurinya dengan minyak babi dan menyimpannya setiap malam di depan api unggun dalam Pilamo. Hal ini mencegah kerusakan akibat rayap.
Wisatawan yang ingin melihat mumi ini dapat mengunjungi Desa Jiwika, yang dapat ditempuh sekitar 30 menit dengan mobil dari kota Wamena. Jalan menuju desa ini relatif baik dan aman. Namun, pengunjung harus membayar sekitar Rp300.000 untuk melihat mumi tersebut. Meskipun cukup besar, biaya ini sebanding dengan pengalaman langka yang didapatkan.
Di Lembah Baliem, terdapat lebih dari satu mumi. Tiga mumi berada di Kurulu, tiga di distrik Assologima, dan satu mumi perempuan di Kurima. Meskipun tradisi mumi ini semakin terkikis oleh zaman dan hanya menjadi obyek wisata, keberadaannya tetap harus diakui sebagai bagian dari kekayaan budaya Indonesia.
Keberadaan mumi di suku Dani adalah bukti kearifan lokal yang memperkaya khazanah budaya bangsa. Tradisi mumi Suku Dani ini menunjukkan betapa masyarakat Dani menghargai leluhur dan keberanian mereka dalam menghadapi hidup. Sungguh, sebuah warisan budaya yang patut dihargai dan dilestarikan.