papuanesia.id – DPP Garda Pemuda NasDem (GP NasDem) menyelenggarakan webinar pekan lalu (15/5) untuk dengan mengangkat topik “Kebijakan dan Kerangka Percepatan Industri 4.0 di Sektor manufaktur terhadap Persaingan Global Pasca Covid-19”. Diskusi online ini diadakan sebagai forum diskusi bagi kalangan pengusaha, pengambil kebijakan, serta masyarakat umum terkait dampak pola perilaku produksi dan konsumsi masyarakat selama masa pandemi, serta solusi untuk mengubah industri yang biasa menjadi industri digital agar produksi dan konsumsi masyarakat tetap berjalan sebagaimana mestinya. GP NasDem sebagai organisasi sayap Partai NasDem juga menggunakan diskusi ini sebagai landasan guna memberikan rekomendasi atas percepatan adopsi Industri 4.0 di Indonesia .
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Kementerian Perindustrian RI, Doddy Rahadi, membuka diskusi dengan menjabarkan berbagai dampak pandemi Covid-19 bagi berbagai sektor industri di Indonesia. Menurut data Kemenperin, ekonomi dan PDB Indonesia mengalami penurunan dari triwulan 1 2019 ke triwulan 1 2020 yang semula sebesar 5,07% (2019) menjadi 2,97% (2020) dan PDB menurun dari semula sebesar 4,08% (2019) menjadi 2,01% (2020).
“Industri yang paling terpuruk yaitu industri mesin dan perlengkapan serta industri furnitur yang mengalami penurunan masing-masing sebesar 9,33% dan 7,23%. Sedangkan industri yang paling diuntungkan yaitu industri Kimia, Farmasi, dan obat tradisional serta industri Alat Angkutan yang mengalami pertumbuhan masing-masing sebesar 5,59% dan 4,64%. Namun, industri yang sebenarnya paling berkontribusi bagi PDB ialah industri makanan dan minuman,” jelas Doddy.
Doddy menyebutkan bahwa Kemenperin akan fokus pada lima sektor industri utama untuk “Making Indonesia 4.0” yaitu industri makanan dan minuman, industri tekstil dan busana, industri automotif, industri kimia, dan industri elektronik. Kelima industri tersebut diprediksi menyumbang sebesar 70% PDB industri, 65% ekspor industri, dan 60% pekerja industri. Kemenperin juga mengeluarkan INDI 4.0, suatu acuan untuk mengukur tingkat kesiapan perusahaan untuk transformasi era industri 4.0. melalui SIARAN PERS Untuk Segera Disiarkan lima pilar yaitu pilar manajemen & organisasi, pilar orang & budaya, pilar produk & layanan, pilar teknologi, dan pilar operasi pabrik.
Menanggapi paparan tersebut, Wakil Ketua Komisi VI DPR RI, Martin Manurung, berpendapat bahwa pertumbuhan ekonomi kemungkinan negatif dengan pola penanganan Covid-19 seperti saat ini dan kebijakan yang masih belum tertata rapi sehingga kebijakan industri masih belum terlihat efisiensinya.
“Revolusi industri dapat dilihat dari efisiensinya, dan efisiensi dilihat melalui teknologi. Semakin efisien suatu bangsa maka semakin maju negaranya, dan saat ini Indonesia masih belum efisien. Level otomasi meningkat setiap tahun dengan penggunaan robot yang meningkat dan peran manusia yang berkurang. Adanya otomasi industri ini memiliki keuntungan dapat meningkatkan kemampuan masyarakat untuk produksi produk yang berkualitas, sedangkan kelemahannya yaitu negara membutuhkan tenaga kerja yang memiliki keahlian tinggi sehingga mencari tenaga kerja menjadi semakin selektif,” tegasnya.
Martin kemudian melanjutkan bahwa Indonesia masih memiliki level otomasi yang rendah. Keuntungan bagi Indonesia dengan level ini dapat menyerap banyak tenaga kerja, namun kelemahannya adalah efisiensi produktivitas yang rendah dan biaya operasional lebih tinggi. “Saat ini, masyarakat sedang beradaptasi dengan memanfaatkan teknologi dalam menjalankan roda perekonomian. Hal ini menyimpulkan bahwa literasi teknologi masyarakat harus ditingkatkan, sehingga bisa terjadi transformasi besar masyarakat dari workers/employee menjadi self-employed, yang membuat satu orang bisa bekerja di berbagai tempat,” lanjutnya.
Terlepas dari sisi kebijakan pemerintah, industri 4.0 ini juga memancing pengusaha dan perwakilan Bidang Kewirausahaan DPP GP NasDem, Rhesa Yogaswara. Menurut Rhesa, bisnis UMKM saat ini mengalami penurunan hingga 70% dibandingkan sebelum adanya COVID19.
“Perubahan pola konsumsi masyarakat yang lebih difokuskan pada kebutuhan dasar (primer) dan produk kesehatan. Untuk kebutuhan lain, menjadi hilang karena penurunan Daya Beli Masyarakat. Konsumen mempunyai ekspektasi tinggi untuk saat ini, ”ingin sekarang, beli sekarang, gunakan sekarang”. Semua orang dipaksa untuk beradaptasi dengan teknologi dalam waktu cepat dan singkat. Perilaku konsumen saat ini diprediksi akan bertahan menjadi kebiasaan baru pasca COVID19 atau biasa disebut The New Normal”, ucap pria yang juga menjabat sebagai Vice President Qasa Strategic Consulting dan juga CEO Siner Tech ini.
Rhesa pun memberi usulan kerangka percepatan implementasi Industri 4.0 dari berbagai sisi antara lain sisi pemerintah, sisi investor (strukturisasi risiko yang terukur dengan risiko applicable),sisi tenaga kerja (data capture aman dan memberi insight untuk stakeholder), serta sisi perusahaan (sebagai garda terdepan inovasi pemasaran produk dan digitalisasi proses).
Pembicara terakhir, Ketua Asosiasi Gabungan Pengusaha Makanan Dan Minuman Indonesia (GAPMMI), Adhi S Lukman, berpendapat bahwa pemerataan distribusi makanan dan minuman sangat diperlukan, karena logistik yang tidak lancar akan sangat terasa dampaknya, terutama saat Covid-19 ini. Kelamnya keadaan ekonomi saat ini membuat investasi untuk industri makanan & minuman baik luar negeri dan dalam negeri mengalami penurunan.
“Adanya Covid-19 ini membuat terbentuknya kebijakan Physical Distancing sehingga memberi impact tertentu bagi industri makanan & minuman yaitu produksi dan konsumsi terganggu, beberapa kategori produk meningkat selama WFH, online market semakin meningkat persentasinya, dan rantai distribusi terganggu terutama makanan fresh (termasuk kegiatan ekspor dan impor). Persentase penjualan dari modern trade sebesar 26-27%, traditional market sebesar 73-71% dan online sebesar 1-2%, tetapi selama COVID19 online market meningkat menjadi 500-600%”, sahutnya.
Menurut Adhi, hal yang perlu dilakukan untuk mitigasi ialah dengan fokus melawan Covid-19, patuh terhadap kebijakan (pemerintah pusat), industri tetap berlanjut agar ekonomi tetap berjalan. Industri makanan memiliki peran penting dalam ketersediaan pangan, daya beli harus dijaga, dan permintaan makanan harus terpenuhi. “Fokus pemerintah dan pengusaha saat ini adalah akselerasi “Making Indonesia Industri 4.0” dengan mengimplementasi tantangan industri 4.0 melalui cyber data security, IT infrastruktur, skill human resources, processing tech provider, regulasi, inovasi, dan investment,” jelasnya.
Berdasarkan hasil diskusi di atas, DPP GP NasDem melalui Kepala Bidang Kewirausahaan, Aaron Sampetoding, sangat merekomendasikan kebijakan kerangka percepatan industri 4.0 di sektor manufaktur Indonesia, yang telah dipaparkan oleh Rhesa. “Perlu adanya forum khusus untuk gugus tugas (task force) sebagai wadah koordinasi tugas kerja bersama yang terdiri dari berbagai komponen antara lain komponen pemerintah, pengusaha, investor, perlindungan konsumen, dan learning & research center seperti Universitas, dll. Selain itu, perlu diadakan peninjauan ulang untuk mempertajam sektor prioritas untuk untuk percepatan implementasi industri 4.0 sesuai kebijakan Kemenperin yaitu industri makanan dan minuman, industri tekstil dan busana, industri automotif, industri kimia, dan industri elektronik”, tutupnya.