TRIBUNMANADO.CO.ID, WASHINGTON – Perusahaan bioteknologi asal Amerika Serikat, Novavax Inc, pada Senin (25/5) mengatakan telah memulai uji klinis tahap satu kandidat vaksin Covid-19 dan para peserta telah mendaftar untuk mengikuti uji coba tersebut.
• MAKI Laporkan Deputi Penindakan KPK ke Dewan Pengawas
Hasil awal uji coba itu rencananya akan diumumkan pada Juli 2020. Uji klinis merupakan tahap vaksin atau obat mulai diberikan kepada manusia. Novavax, perusahaan yang berkedudukan di Maryland, Amerika Serikat, pada April mengatakan pihaknya mengembangkan satu kandidat vaksin, NVX-CoV2373, yang rencananya akan ditambah dengan komponen lain, Matrix-M, guna meningkatkan kekebalan tubuh.
Komponen pembantu seperti Matrix-M biasanya dipakai untuk menguatkan respons imunitas vaksin melalui peningkatan produksi antibodi dan perlindungan yang lebih lama terhadap infeksi bakteri serta virus.
Novavax berharap hasil uji vaksin terhadap sistem kekebalan tubuh beserta keamanannya akan diperoleh pada Juli. Pernyataan itu disampaikan setelah perusahaan menunda uji coba beberapa obat dan ikut dalam pertarungan untuk menemukan vaksin Covid-19.
Novavax mengatakan setelah keberhasilan uji klinis tahap satu, percobaan tahap kedua akan dilakukan di sejumlah negara, di antaranya Amerika Serikat. Uji coba tahap dua akan memeriksa pengaruh vaksin terhadap daya tahan tubuh, keamanan, dan pengurangan jumlah pasien pada rentang usia yang lebih luas.
Oxford University dan AstraZeneca juga tengah mempersiapkan uji klinis vaksin Covid-19. Mereka tengah mengumpulkan kurang lebih 10.000 orang dewasa dan anak-anak di Inggris untuk uji coba vaksin, setelah menerima bantuan dana sampai lebih dari 1,2 miliar dolar AS (Rp 17,9 triliun) dari Amerika Serikat.
Sejumlah lembaga di Inggris telah menerima lembar pendaftaran dari 10.260 orang dewasa dan anak-anak untuk memeriksa seberapa baik sistem kekebalan manusia merespon vaksin yang diuji coba. Uji coba ke manusia atau uji klinis itu juga akan mengetahui seberapa aman penggunaan vaksin, kata pihak universitas.
Tenaga kesehatan
• Hari Ini Matahari Tepat di Atas Kabah
Para peneliti mengutamakan tenaga kesehatan dan pekerja sektor publik untuk mendaftar pada uji coba vaksin itu. Setidaknya, mereka berisiko tertular virus corona jenis baru (SARS-CoV-2), penyebab Covid-19, saat menjalani kegiatan sehari-hari.
Uji coba tahap pertama telah dimulai sejak 23 April, melibatkan lebih dari 1.000 relawan berusia 18 tahun sampai 55 tahun. Oxford University mengatakan uji coba tahap II dan III akan melibatkan warga berusia 56 tahun dan mereka yang lebih tua, serta anak-anak berusia 5-12 tahun.
“Kecepatan menguji coba vaksin hingga memasuki tahap akhir uji klinis merupakan terobosan penelitian dari Oxford,” kata pimpinan eksekutif AstraZeneca, Mene Pangalos. AstraZeneca merupakan perusahaan multinasional bidang farmasi dan bio-farmasi yang berkedudukan di Cambridge, Inggris, serta memiliki tiga pusat riset yaitu di Cambridge, Gaithersburg (Maryland, Amerika Serikat), dan Mölndal (Swedia).
Walaupun demikian, hasil uji coba vaksin kemungkinan baru dapat dipublikasikan pada dua sampai enam bulan. AstraZeneca telah menjadikan Inggris dan AS sebagai mitra untuk memproduksi vaksin secara massal. Perusahaan itu akan langsung mengirim vaksin ke dua negara itu apabila vaksin itu disebut layak pakai dan aman digunakan.
Sejumlah relawan dalam kondisi sehat akan dipilih secara acak untuk disuntik vaksin jenis ChAdOx1, juga dikenal sebagai AZD1222, vaksin yang biasanya dipakai untuk menangkal meningitis/radang selaput otak.
Para relawan tidak diberi tahu informasi terkait pengelompokkan uji vaksin agar tidak berpengaruh terhadap tingkah laku mereka. Para peserta uji coba kemungkinan akan mengalami efek samping ringan seperti sakit lengan dan sakit kepala setelah disuntik vaksin.
• Dikirimi Meme oleh Luhut: Mahfud Sebut Virus Corona Seperti Istri
“Jika penularan tetap tinggi, kami mungkin mendapatkan data yang cukup dalam beberapa bulan guna mengetahui apakah vaksin ini bekerja, tetapi jika tingkat penularan turun, ini dapat menghabiskan waktu sampai enam bulan,” kata Oxford University lewat pernyataan tertulis. (cnn/rtr/feb)