Harianjogja.com, JAKARTA – Penelitian untuk menemukan vaksin virus Corona kini sedang digencarkan untuk mengatasi Covid-19
Pandemi Covid-19 telah menjangkit lebih dari 5 juta orang dan memakan korban jiwa hingga ratusan ribu orang di seluruh dunia. Selama berbulan-bulan berbagai pihak terus berupaya mengurangi penyebaran virus tersebut.
Sejumlah upaya seperti penguncian (lockdown) wilayah telah diterapkan guna membatasi penyebaran penyakit. Sembari para ilmuwan terus berupaya meneliti dan mengembangkan vaksin untuk melawan virus.
Kendati persoalan vaksin masih menghadapi sejumlah tantangan, tetap ada kabar baik yang patut terus dipupuk guna mempertahankan optimisme. Dilansir dari Medical News Today, Jumat (29/5) berikut ini adalah lima alasan kenapa kita harus tetap optimistis dengan vaksin corona.
1. Vaksin DNA menunjukkan harapan pada subjek penelitian
Dalam sebuah makalah studi yang muncul di jurnal Science pada 20 Mei, para peneliti dari Harvard Medical School di Boston dan lembaga-lembaga lainnya melaporkan bahwa mereka memperoleh hasil yang menjanjikan dengan vaksin DNA yang mereka uji coba terhadap kera rhesus.
Vaksin DNA adalah pendatang baru di bidang penelitian vaksin. Obat ini bekerja dengan memasukkan molekul DNA ke dalam tubuh, yang berarti menstimulasi respons kekebalan terhadap penanda virus tertentu.
Dalam studi di Science tersebut, tim peneliti mengembangkan enam vaksin DNA yang berbeda dengan peran memunculkan respons kekebalan tubuh terhadap protein lonjakan SARS-CoV-2, protein yan gmemungkinkan virus mengindeksi sel sehat.
Para peneliti menyuntikkan 35 kera rhesus dengan berbagai iterasi vaksin DNA dan kemudian menginfeksinya dengan virus corona baru untuk melihat apakah vaksin tersebut dapat bekerja secara efektif.
Hasilnya, mereke menemukan bahwa salah satu dari enam vaksin, yang mengkodekan protein lonjakan panjang penuh, memiliki efek perlindungan yang lebih besar daripada lima kandidat lainnya yang juga dilakukan uji coba.
Ketika monyet yang divaksinasi mengalami gejala ringan yang konsisten dengan infeksi SARS-CoV-2, mereka juga mulai mengembangkan antibodi penawar atau molekul yang mampu mengenali dan melawan virus tersebut.
“Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan penting tentang daya tahan imunitas protektif dan platfoem vaksin yang optimal untuk vaksin SARS-CoV-2 bagi manusia,” tulis tim dalam makalah penelitian.
2. Prospek baru muncul: antibodi daru penyintas SARS
Sebuah studi yang baru-baru diterima oleh jurnal Nature, berasal dari para peneliti yang berafiliasi dengan Vir Biotechnology, sebuah perusahaan bioteknologi berkantor pusat di San Francisco, California, Amerika Serikat.
Para penulis berpendapat bahwa antibodi yang ada dalam darah seseorang yang telah pulih dari SARS – penyakit yang disebabkan oleh virus corona SARS-CoV – juga bisa digunakan secara efektif terhadap virus SARS-CoV-2.
Dalam tes laboratorium yang dilakukan, para peneliti mencoba mengadu antibobdi yang merek sebut dengan S309 terhadap SARS-CoV dan SAR-CoV-2. Hasilnya, mereka menemukan bahwa antibodi itu dapat menetralkan kedua virus.
Para peneliti menjelaskan bahwa mereka awalnya mengidentifikasi S309 dalam sampel darah dari orang yang tertular SARS-CoV selama epidemi 2003. Meskipun ini masih dalam tahapan awal, tim menyarankan agar pengetahuan baru ini bisa digunakan untuk mengendalikan penyebaran Covid-19.
“Percepatan pengembangan antibodi monoklonal dalam pengaturan pandemi dapat dikurang hingga 5 sampai 6 bulan dibandingkan dengan jangka waktu tradisional yang membutuhkan sekitar 10 hingga 12 bulan,” tulis para peneliti dalam makalahnya.
3. Uji coba vaksin Inggris memasuki fase kedua
Laporan sebelumnya telah menyebutkan bahwa Inggris sedang melakukan uji coba fase pertama untuk vaksin SARS-CoV-2 pada manusia. Setelah tahapan tersebut, para ilmuwan di balik penelitian ini menaruh kepercayaan tinggi terhadap vaksin yang dinamai ChAdOx1 nCoV-19 itu.
Vaksin tersebut menggunakan adenovirus yang lemah atau virus flu biasa, yang membawa protein lonjakan SARS-CoV-2. Dalam bentuk injeksi, perannya adalah untuk mengajarkan sistem kekebalan tubuh agar mengenai lonjakan virus dan melawannya.
Pada 22 Mei lalu, para peneliti di University of Oxford telah mengumumkan bahwa fase pertama uji klinisnya telah rampung. Mereka kini sedang bersiap menjalankan uji coba fase kedua dan ketiga.
Sementara para penyelidik masih menindaklanjuti kemajuan para peserta yang mengajukan diri secara sukarela untuk fase pertama, mereka juga sekarang menggunakan jaringan yang lebih luas dengan proses rekrutmen fase berikutnya.
Secara lebih khusus, para peneliti itu kini mencari relawan dari orang dewasa tua yang berusia lebih dari 65 tahun dan relawan anak-anak berusia 5-12 tahun. Alasannya, dalam fase kedua uji klinis para peneliti ingin mengetahui apakah vaksin akan memiliki efek yang berbeda pada pasien dari berbagai usia.
Adapun sejauh ini, bukti telah menunjukan bahwa orang yang lebih tua berada pada peningkatan risiko terkena Covid-19 yang parah. Sementara beberapa penelitian lain menunjukkan bahwa anak-anak juga berisiko besar tertular penyakit ini.
Oleh sebab itu, sangat penting untuk memahami seberapa baik vaksin dapat melindungi orang dari berbagai demografi. Adapun, untuk fase ketiga uji coba yang akan dilakuka, para peneliti bakal merekrur kohort representatif yang jauh lebih besar untuk mengevaluasi secara menyeluruh kemanjuran vaksin di seluruh kelompok usia.
4. Vaksin dari China juga mendapatkan respons menjanjikan
Pada 22 Mei lalu, para ilmuwan dari China juga melaporkan hasil penelitiannya dalam jurnal Lancet, bahwa uji klinis fase pertama vaksin SARS-CoV-2 pada manusia di Wuhan telah selesai.
Vaksin yang dinamai dengan recombinant adenovirus type-5 (Ad5) vectored Covid-19 vaccine itu mirip dengan yang sedang diuji oleh para peneliti dari Inggris. Seperti vaksin eksperimental lainnya, Ad5 juga menggunakan adenovirus yang membawa protein spike SARS-CoV-2.
Pada fase pertama percobaan ini, para peneliti menguji apakah vaksin itu aman dan para pesertanya mampu menoleransi vaksin dengan baik. Hasilnya, tim melaporkan bahwa kendati beberapap eserta melaporkan beberapa efek buruk, vaksin ini secara umum menunjukkan toleransi yang cukup baik.
Para peneliti juga menganalisis sampel darah dari mereka para pasien ini secara berkala setelah inokulasi. Analisisnya mengungkapkan bahwa banyak peserta telah mengembangkan berbagai antibodi yang mampu mengidentifikasi dan bereaksi terhadap virus.
Mereka juga melihat tanda-tanda respons imun tubuh yang cepat, terutama pada pasien atau sukarelawan yang telah menerima vaksin dengan dosis tinggi atau lebih banyak daripada yang lainnya. Tim studi berhipotesis bahwa vaksin tersebut mungkin efektif dan aman, kendati perlu konfirmasi lebih lanjut.
Saat ini, peneliti dari China itu sedang merekrut relawan lain untuk fase kedua percobaan yang bertujuan untuk bekerja dengan lebih banyak pasien 60 tahun ke atas guna menguji kemanjuran vaksin pada usia yang lebih tua.
5. Terapi plasma penyembuh didapati aman digunakan
Terapi plasma konvensional telah ada sejak seabad yang lalu. pemisnya adalah menggunakan komponen darah yang mengandung antibodi dari orang yang telah pulih dari penyakit untuk mengobati orang lain yang baru saja terinfeksi.
Arturo Casadevall, Ketua Departemen Mikrobiologi & Imunologi Molekuler di ohns Hopkins Bloomberg School of Public Health membawa pendekatan ini menjadi perhatian para pakar lainnya di Amerika Serikat dalam konteks pandemi Covid-19.
Dia mengatakan orang-orang yang telah pulih memiliki antibodi penawar yang secara khusus dapat melawan SARS-CoV-2. Dengan demikian, transfusi dengan plasma dari penyintas Covid-19 dapat membatu orang lain melawan penyakit.
Casadevall mengatakan bahwa di Amerika Serikat, saat ini hampir 12.000 orang telah menerima terapi plasma konvensional. Dia dan rekannya dari berbagai lembaga telah melakukan penelitian yang didasarkan pada data dari 5.000 orang pertama.
Penelitian yang hasilnya tersedia secara daring dalam bentuk pracetak, menunjukkan bahwa terapi plasma aman untuk digunakan. Ke depannya, para speliasis bertujuan untuk mengkonfirmasi apakah terapi ini juga bisa efektif menghentikan virus pada pasien.
“Pertama kami ingin menunjukkan keamanannya. Baru kemudian pertanyaan tentang kemanjuran akan datang dalam beberapa waktu ke depan. Saat ini, datanya sedang dianlisis. Kami harus terus berharap,” katanya.
Fakta bahwa terapi ini akan bergantung pada plasma pulih dari donor yang sudah tersedia saat ini, membuat terapi ini menjadi potensi pertahanan yang menjanjikan terhadap Covid-19.
Sumber : Bisnis.com