Home News Peneliti: Jangan Buru-buru Menerapkan Kenormalan Baru

Peneliti: Jangan Buru-buru Menerapkan Kenormalan Baru

by Papua Damai
Peneliti: Jangan Buru-buru Menerapkan Kenormalan Baru
Peneliti: Jangan Buru-buru Menerapkan Kenormalan Baru
Ilustrasi. Foto: Shutterstock

Jakarta (Lampost.co) — Peneliti virus dari Universitas Gadjah Mada (UGM), dr. Mohamad Saifudin Hakim, M.Sc., Ph.D.meminta pemerintah tidak terlalu terburu-buru mengimplementasikan kenormalan baru pada Juli mendatang. Pemerintah diharapkan bisa mengkaji ulang rencana tersebut.

Sebab, kata Hakim, melihat tren nasional jumlah kasus positif covid-19 di Tanah Air masih cenderung bertambah di berbagai daerah. Sehingga upaya-upaya mencegah penyebaran virus masih perlu dioptimalkan didukung dengan peningkatan kapasitas melakukan tes,contact tracing, serta disertai berbagai upaya kontingensi/emergency karantina untuk mencegah munculnya klaster baru.

“Tren nasional tetap naik dan belum ada tanda penurunan signifikan secara konsisten. Semestinya new normal diterapkan setelah kurva melandai atau ada penurunan jumlah kasus secara signifikan yang konsisten. Jadi, kalau new normal dijalankan bulan Juli maka Pemerintah harus siap kalau ada pertambahan kasus baru lagi,” papar Hakim dikutip dari laman UGM, Jumat, 5 Juni 2020.

Kekebalan Kelompok

Sementara itu, adanya wacana pelonggaran pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dan penerapan kenormalan baru (new normal) di Indonesia masih dipahami sebagian masyarakat sebagai strategi kekebalan kelompok atauherd immunitysecara bebas dan tidak terkontrol. Dia menilai hal tersebut salah kaprah.

Menurut dosenyang meraih gelar doktor di bidang virologi dan imunologi dari Erasmus University Medical Center, Rotterdam, Belanda ini kenormalan baru yang dimaksudkan bukan berarti Pemerintah membiarkan masyarakat beraktivitas layaknya tidak ada wabah. Konsep kenormalan baru yang dibentuk pemerintah adalah masyarakat mulai kembali menjalankan aktivitas secara biasa.

Namuntetap menerapkan protokol kesehatan seperti mencuci tangan dengan sabun, memakai masker, menjaga jarak, menghindari kerumunan, serta menerapkan pola hidup bersih dan sehat dengan usaha tetap mengendalikan penyebaran infeksi.

“Di era new normal, pemerintah memang tidak menerapkan herd immunity tanpa kontrol, tetapi dengan pembatasan sosial yang sedikit dibuka disertai dengan kampanye perubahan perilaku. Kendati begitu, langkah ini tetap berimplikasi pada terbentuknyaherd immunity, meskipun dalam jangka yang panjang,” papardosen Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FKKMK) UGM ini.

Menurut dosenyang meraih gelar doktor di bidang virologi dan imunologi dari Erasmus University Medical Center, Rotterdam, Belanda ini kenormalan baru yang dimaksudkan bukan berarti Pemerintah membiarkan masyarakat beraktivitas layaknya tidak ada wabah. Konsep kenormalan baru yang dibentuk pemerintah adalah masyarakat mulai kembali menjalankan aktivitas secara biasa.

Namun tetap menerapkan protokol kesehatan seperti mencuci tangan dengan sabun, memakai masker, menjaga jarak, menghindari kerumunan, serta menerapkan pola hidup bersih dan sehat dengan usaha tetap mengendalikan penyebaran infeksi.

“Di era new normal, pemerintah memang tidak menerapkan herd immunity tanpa kontrol, tetapi dengan pembatasan sosial yang sedikit dibuka disertai dengan kampanye perubahan perilaku. Kendati begitu, langkah ini tetap berimplikasi pada terbentuknyaherd immunity, meskipun dalam jangka yang panjang,” papardosen Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FKKMK) UGM ini.

Abdul Gafur

Read More

Related Posts