Home News Epidemiolog Unair: PSBB Surabaya Raya Tak Efektif

Epidemiolog Unair: PSBB Surabaya Raya Tak Efektif

by Papua Damai
Epidemiolog Unair: PSBB Surabaya Raya Tak Efektif

Petugas memeriksa dokumen kependudukan warga yang akan masuk ke Surabaya di Bundaran Waru, Surabaya, Jawa Timur, Selasa (28/4/2020). Petugas gabungan memperketat akses masuk ke Surabaya dengan melakukan screening atau pemeriksaan kepada warga di hari pertama pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Surabaya. ANTARA FOTO/Didik  Suhartono/foc.Epidemiolog Unair menilai PSBB Surabaya Raya tak berjalan efektif. Ilustrasi (ANTARA FOTO/Didik Suhartono)

Surabaya, CNN Indonesia — Pakar epidemiologi Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Windhu Purnomo menilai pelaksanaan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) Surabaya Raya, yang sudah berjalan tiga tahap, tak efektif menekan penyebaran virus corona (Covid-19).

Pelaksanaan PSBB Surabaya Raya, yang meliputi Kota Surabaya, Kabupaten Sidoarjo dan Gresik, Jawa Timur memasuki hari terakhir, Senin (8/6).

“Ya memang tidak efektif,” kata pakar , kepada CNNIndonesia.com, Senin (8/6).

Windhu mengatakan ketidakefektifan PSBB itu bisa dilihat dari berbagai faktor. Pertama jumlah kumulatif kasus positif virus corona di Surabaya, Sidoarjo dan Gresik terus meningkat.

Berdasarkan data dari masing-masing gugus tugas daerah per Minggu (7/6), kasus positif Covid-19 di Surabaya mencapai 3.124, Sidoarjo 755 kasus dan Gresik 214 kasus.

Jika melihat pertumbuhan kasus kumulatif dan penularan, kata Windhu, attack rate atau angka serangan infeksi di wilayah Surabaya Raya masih sangat tinggi yakni 90 per 100.000 penduduk.

Menurut Windhu, angka tersebut lebih tinggi dari angka serangan infeksi di kota-kota besar lainnya, seperti DKI Jakarta yang saat ini tercatat mencapai 70 per 100.000.

“Itu tertinggi dibanding kota-kota di Indonesia. DKI Jakarta saja cuma 70 per 100.000. Provinsi Jawa Timur sendiri juga 12 per 100.000 penduduk,” ujarnya.

Selanjutnya, Windhu mengatakan wilayah Surabaya Raya, khususnya Kota Surabaya, masih memiliki case fatality rate (CFR) atau angka kematian yang sangat tinggi. Jumlahnya bahkan melebihi angka nasional.

Angka kematian pasien positif virus corona di Surabaya sebesar 9 persen, sementara tingkat nasional angka kematian hanya 6,3 persen. Kondisi tersebut semestinya tidak boleh terjadi.

“Karena CFR itu seharusnya angka global itu tidak boleh lebih dari 5 persen. Jawa timur 8 persen,” katanya.

Berdasarkan analis pihaknya, kata Windhu, tingginya angka kematian di Surabaya Raya linear dengan meningkatnya angka penularan Covid-19.

Ia menyebut sejumlah rumah sakit saat ini sudah tidak bisa menampung pasien. Bahkan para tenaga kesehatan di Surabaya terkonfirmasi positif corona dan harus menjalani isolasi.

“Ada sebagian yang meninggal, sehingga perawatan tidak optimal maka kematian akan terus ada, dan itu tidak boleh,” ujarnya.

Lebih lanjut, Windhu menyebut kondisi Surabaya Raya ini juga diperburuk perilaku masyarakat. Berdasarkan riset yang dilakukan oleh alumni Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Unair, warga Surabaya Raya dinilai sudah tak peduli dengan protokol kesehatan.

“Bahwa perilaku masyarakat kita ini [soal] pakai masker, social distancing, itu bukan makin baik, tapi makin memburuk,” ujarnya.

Windhu mengatakan sebelum pelaksanaan PSBB perilaku masyarakat sudah bagus. Mereka mengikuti anjuran memakai masker dan menjaga jarak. Namun belakangan masyarakat bergeser tak acuh.

Kendati demikian, kata Windhu, terdapat indikator yang membaik dari pelaksanaan PSBB. Salah satunya dari bilangan reproduksi efektif (Rt). Ia mengatakan per 31 Mei 2020, Rt di wilayah Surabaya Raya mulai menurun.

“Rt di Surabaya itu sampai tanggal 31 Mei, dilihatnya dari tanggal onset (gejala), bukan tanggal declare (pengumuman kasus), sampai tanggal 31 Mei itu sudah pada angka 1, itu bagus,” ujar Windhu.

Meski mengalami penurunan, menurutnya, angka Rt di Surabaya Raya belum aman. Ia mengatakan berdasarkan pedoman WHO dan Bappenas, Rt sebuah daerah idealnya harus di bawah angka 1 dan harus berlangsung selama 14 hari berturut-turut.

Oleh karena itu, Windhu meminta Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan Pemerintah Kota Surabaya, Kabupaten Sidoarjo serta Gresik tidak melakukan pelonggaran pelaksanaan PSBB.

“Tapi bayangkan kalau diperlonggar apa yang bisa kita lihat kira-kira, memburuk pasti memburuk. Dan itu yang sangat kita khawatirkan,” katanya.

Sebelumnya, Pemerintah Kota Surabaya, Kabupaten Sidoarjo dan Gresik mengusulkan kepada Pemprov Jawa Timur tak memperpanjang pelaksanaan PSBB.

Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini menyebut faktor ekonomi menjadi salah satu pertimbangan pihaknya mengusulkan tak memperpanjang PSBB.

Nasib pelaksanaan PSBB di Surabaya Raya dalam menekan penyebaran virus corona bakal diputuskan hari ini. Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Timur, Heru Tjahjono mengatakan keputusan soal pelaksanaan PSBB Surabaya Raya akan disampaikan setelah pembahasan bersama dengan Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa. (frd/fra)

[Gambas:Video CNN]

Read More

Related Posts