TEMPO.CO, Jakarta – Minyak goreng mengandung lemak jenuh yang bisa meningkatkan kolesterol darah. Jika berlebihan, kolesterol darah bisa meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular seperti penyakit jantung dan stroke.
Seberapa banyak kandungan lemak jenuh dalam minyak goreng yang Anda gunakan sehari-hari? Ada cara mudah mengetahuinya.
Certified Nutrition and Wellness Consultant Nutrifood, Moch. Aldis Ruslialdi mengatakan, minyak rendah lemak jenuh cenderung tidak membeku dalam suhu rendah.
“Lemak jenuh banyak cenderung membeku, (minyak goreng) yang baik sukar membeku. Minyak goreng yang sehat adalah minyak yang rendah kandungan lemak jenuhnya karena konsumsi lemak jenuh meningkatkan kadar kolesterol,” kata dia dalam “NutriClass” via daring, Selasa, 16 Juni 2020.
Dengan kata lain, Anda bisa memasukkan minyak goreng ke dalam lemari es lalu amati apakah minyak itu membeku atau tetap cair.
Minyak jagung dan kanola lebih sehat karena rendah lemak jenuh, yakni masing-masing 13 persen dan 7 persen. Minyak zaitun hanya satu persen lebih tinggi lemak jenuhnya daripada minyak jagung, yakni 14 persen.
Minyak lainnya, seperti minyak kelapa mengandung 92 persen lemak jenuh, lalu minyak sawit dengan kandungan 52 persen lemak jenuh yang berarti minyak goreng non-kolesterol bukanlah solusi sehat.
Aldis menyarankan Anda membatasi asupan lemak jenuh hingga maksimal tujuh persen total kalori harian atau 16 gram per hari, sementara lemak trans maksimal satu persen dari total kalori harian atau dua gram sehari.
Sementara itu, total asupan lemak harian sebaiknya tak melebihi 67 gram atau 5 sendok makan agar tak terkena masalah kesehatan seperti penyakit kardiovaskular yang diawali sindrom metabolik antara lain tekanan darah tinggi, lingkar perut yang melebihi rekomendasi (90 sentimeter pada pria dan 80 sentimeter untuk wanita), obesitas sentral, gula darah dan rendahnya kolesterol baik.
“Sebelum ke kondisi penyakit kronis ada kondisi perantara atau sindrom metabolik yakni serangkaian gejala yang kalau misalkan kita punya tiga berarti sudah masuk sindrom gangguan metabolik, sangat besar kesempatan terkena penyakit kronis seperti diabetes, jantung,” ujar Aldis.