JAKARTA, Papuanesia.id – Suku Asmat merupakan salah satu suku yang mendiami wilayah Papua bagian selatan. Wilayah ini diapit oleh Kabupaten Merauke, Mappi, Mimika, Yahukimo dan Nduga.
Populasinya terbagi dua, yaitu mereka yang hidup di pesisir pantai dan pedalaman serta memiliki perbedaan dalam hal cara hidup, struktur sosial dan ritual.
Suku Asmat dikenal dengan hasil ukiran kayu tradisional sangat khas. Beberapa ornamen atau motif yang sering kali digunakan untuk menjadi tema utama dalam proses pemahatan patung diambil dari tema nenek moyang dari suku mereka yang biasa disebut mbis.
Namun, sering kali juga ditemui ornamen atau motif lain yang menyerupai perahu atau wuramon yang mereka percayai sebagai simbol perahu arwah membawa nenek moyang mereka di alam kematian.
Bagi penduduk asli Suku Asmat, seni ukir kayu lebih merupakan perwujudan dari cara mereka dalam melakukan ritual untuk mengenang arwah para leluhurnya.
Sejarah asal usul suku Asmat
Suku ini dipercaya berasal dari Fumeripits atau manusia pertama di tanah Asmat. Munculnya suku Asmat berkaitan dengan cerita mitologi yang berkembang di daerah tersebut.
Berdasarkan cerita yang berkembang di warga setempat, Fumeripits terdampar di pantai dalam keadaan sekarat dan tak sadarkan diri. Kemudian nyawanya diselamatkan sekelompok burung. Akhirnya, dia kembali pulih dan hidup sendiri di daerah baru.
Karena kesepian, dia mulai membangun rumah panjang yang diisi dengan patung hasil karya ukirannya. Namun, dia masih merasa kesepian.
Dia kemudian membuat tifa yang ditabuhnya setiap hari. Tiba-tiba, patung kayu yang dibuatnya bergerak mengikuti irama tifa yang dimainkannya, sungguh suatu keajaiban.
Patung-patung itu kemudian mulai berubah wujud menjadi manusia hidup. Mereka menari-nari mengikuti irama tabuhan tifa dengan kaku dan kedua lutut bergerak-gerak ke kiri dan ke kanan.
Sejak itu, Fumeripits terus mengembara. Di setiap daerah yang disinggahinya, dia membangun rumah panjang dan menciptakan manusia – manusia baru yang menjadi orang-orang Asmat seperti saat ini.
Editor : Kurnia Illahi
Sumber: [1]