Jakarta, CNBC Indonesia - Kendati Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada sesi I ditutup minus, saham-saham perbankan papan atas Tanah Air masih diborong investor asing setelah sebelumnya tertekan dalam akibat sentimen Bank Jangkar yang didengungkan oleh pemerintah guna mengatasi kekeringan likuiditas bank-bank.
Hanya saja, besaran nilai beli asing pada saham-saham perbankan di Rabu ini (20/5/2020) cenderung rendah dibanding sebelum-sebelumnya yang mencapai puluhan dan ratusan miliar.
Pada penutupan sesi I, IHSG ditutup turun 0,42% di level 4.529,62, padahal sempat mencapai level tertinggi hari ini 4.561 kemudian terjerembab lagi. Data perdagangan mencatat, IHSG dalam sepekan terakhir minus 1,01% dan secara tahun berjalan atau year to date (ytd) ambles 28,10%.
Hari ini adalah perdagangan terakhir mengingat dalam 6 hari ke depan libur hari Kenaikan Isa Almasih (21 Mei) dan Cuti Lebaran (22-25 Mei). Perdagangan akan dibuka kembali pada Selasa 26 Mei pekan depan.
Transaksi harian pada Rabu ini menembus Rp 35,85 triliun karena ada transaksi pembelian saham PT Bank Permata Tbk (BNLI) oleh Bangkok Bank yang resmi dilakukan dengan nilai transaksi mencapai Rp 33,28 triliun.
Jelang libur Lebaran ini investor asing hari ini mencatatkan beli bersih (net buy) sebesar Rp 115,04 miliar di pasar reguler, sementara di pasar nego dan tunai masih terjadi jual bersih asing atau net sell Rp 8,37 miliar sehingga total net buy jadi Rp 106,67 miliar. Dalam sepekan, masih terjadi net sell Rp 4,69 triliun dan ytd net sell Rp 27,59 triliun.
Data BEI mencatat, empat saham bank RI masih diborong investor asing kendati nilainya belum terlalu besar.
Saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) diborong Rp 5,34 miliar, harga sahamnya naik 2,11% menjadi Rp 2.420/saham. Harga saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dibeli asing Rp 3,92 miliar, dan harga saham naik tipis 0,96% di posisi Rp 23.625/saham.
Adapun saham PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) juga dibeli asing Rp 3,81 miliar, dengan harga saham naik 1,81% di level Rp 3.930/saham, sementara saham PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) dibeli Rp 371,33 juta, saham justru minus 0,57% Rp 3.500/saham.
Khusus untuk BBNI, perseroan baru saja mengumumkan laba bersih pada kuartal I-2020 sebesar Rp 4,25 triliun atau meningkat 4,3% YoY (year on year) dibanding kuartal I-2019 sebesar Rp 4,08 triliun. Pada akhir kuartal I-2020, perseroan masih mampu menumbuhkan pinjaman sebesar 11,2% year on year (YoY), yaitu dari Rp 521,35 triliun pada kuartal I-2019 menjadi Rp 579,60 triliun pada kuartal I-2020.
Awalnya, isu Bank Jangkar sempat menekan saham-saham perbankan RI mengingat para ekonom menyebut risiko cukup tinggi yang bakal dialami perbankan nasional. Namun dalam 2 hari terakhir, investor Asing juga nampaknya sudah mulai percaya diri menempatkan dana mereka di bank-bank Tanah Air.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, sebelumnya memberikan ketenangan kepada para pelaku pasar atas isu bank jangkar ini.
Sri Mulyani menjelaskan, penempatan dana pemerintah di perbankan bertujuan untuk mendukung langkah-langkah restrukturisasi kredit UMKM dan mendukung perbankan dan lembaga pembiayaan untuk bisa memberikan kredit modal kerja baru agar UMKM bangkit kembali. Selain itu, mengembalikan confidence perbankan untuk menyalurkan kredit modal kerja pada UMKM.
Menkeu menegaskan, penempatan dana pemerintah di bank untuk membantu debitur UMKM, bukanlah untuk membantu likuiditas perbankan itu sendiri karena bantuan likuiditas perbankan ada di bawah wewenang Bank Indonesia (BI).
“Saya tekankan di sini, penempatan dana pemerintah bukanlah merupakan penyangga untuk membantu likuiditas perbankan karena itu adalah tugas Bank Indonesia,” tegasnya, Senin (18/5/2020).
“Tugas pengawasan bank, tetap ada di OJK, dan tugas penjaminan tetap dilakukan LPS. Jadi, Pemerintah tidak mengambil alih atau tugas masing-masing lembaga dilakukan sesuai dengan mandat Undang-Undang lembaga-lembaga tersebut yang kebetulan keempatnya adalah komponen KSSK,” ujar sang bendahara negara.
[Gambas:Video CNBC]
(tas/hps)