Foto: KBRI Colombo Repatriasi 335 Pekerja Migran Indonesia ke Denpasar dengan Garuda Indonesia. Dok: KBRI
Jakarta, CNBC Indonesia – Maskapai penerbangan PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) menyebutkan akan mempercepat penyelesaian kontrak sebanyak 135 pilot yang masih memiliki status hubungan kerja waktu tertentu. Perusahaan menyatakan akan menyelesaikan seluruh kewajibannya sesuai dengan kontrak yang berlaku.
Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengatakan perusahaan bukan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) melainkan menyelesaikan kontrak pilot-pilot tersebut lebih awal dari jangka waktu yang ada di kontrak.
“Total yang akan diselesaikan kontraknya 135 pilot dari total pilot dan co-pilot 1.400-an. Jadi ini yang saya bisa sampaikan,” kata Irfan dalam konferensi pers virtual, Jumat (5/6/2020).
Adapun sebelumnya Irfan menyebutkan kebijakan merumahkan karyawan dengan status PKWT tersebut merupakan upaya lanjutan yang perlu ditempuh perusahaan di samping upaya-upaya strategis lain yang telah dilakukan.
Hal ini dilakukan guna memastikan keberlangsungan perseroan tetap terjaga di tengah kondisi operasional penerbangan yang belum kembali normal sebagai dampak pandemi Covid-19.
“Kebijakan tersebut dilakukan dengan pertimbangan yang matang dengan memperhatikan kepentingan karyawan maupun perusahaan dan dilakukan dalam rangka menghindari dilakukannya PHK. Di samping itu, implementasi kebijakan ini juga telah melalui kesepakatan dan diskusi dua arah antara karyawan dan perusahaan,” papar Irfan, dalam keterbukaan informasi.
Adapun manajemen perusahaan menyebutkan keputusan ini diambil perusahaan lantaran mempertimbangkan kondisi industri penerbangan saat ini.
Dia mengatakan kebijakan tersebut dilakukan dengan pertimbangan yang matang dengan tetap memperhatikan hak-hak dari pegawai yang kontraknya diselesaikan lebih awal.
Harga Tiket dan Tes Covid-19
Irfan juga bercerita soal aturan tes kesehatan untuk naik pesawat. Tak perlu PCR, hanya menggunakan hasil Rapid Test dinilai sudah cukup, terlebih juga dilakukan pengecekan kesehatan sebelum terbang. Pasalnya, jika dipaksa harus melakukan tes PCR, akan sangat memberatkan calon penumpang.
Namun, harus diakui, tak semua daerah menyediakan fasilitas untuk melakukan tes. Belum lagi tes ini membutuhkan biaya besar tak jarang biayanya lebih mahal ketimbang tiket pesawat itu sendiri.
“Biaya juga [jadi pertimbangan]. Banyak yang berharap harus pakai tes PCR, tapi kan harganya. berapa, jangan sampai untuk memastikan dalam kondisi sehat lebih mahal dari terbangnya. Dan yang pasti Garuda akan terbang dengan distancing di tengah kita kosongkan dan tutup,” kata Irfan.
Selain itu, perusahaan juga merencanakan untuk bisa memberikan pelayanan Rapid Test kepada calon penumpang Garuda Indonesia yang belum sempat melakukan tes sebelum datang ke bandara.
Dia menjelaskan, untuk menyambut kenormalan baru (new normal) ini perusahaan telah mempersiapkan protokol kesehatan dalam operasionalnya. Yakni wajib melakukan jaga jarak selama penerbangan dengan mengosongkan bagian tengah tempat duduk dan mengurangi kontak fisik, termasuk dengan flight attendant.
“Tapi ada problem di kita kalau berlangsung lama, ada implikasi financial, karena ada yang tempat duduk yang ga bisa dijual, pilihannya kita naikkan harga boleh ga. Tentu yang harganya bisa diterima dan masuk akal,” imbuh dia.
(dru)