Home News BPPT Buka-bukaan Soal Rapid Test Kit Hingga Vaksin Made in RI

BPPT Buka-bukaan Soal Rapid Test Kit Hingga Vaksin Made in RI

by Papua Damai
BPPT Buka-bukaan Soal Rapid Test Kit Hingga Vaksin Made in RI

Jakarta, CNBC Indonesia – Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) saat ini sedang mengembangkan alat-alat kesehatan guna memerangi virus corona baru penyebab Covid-19 di Indonesia. Kepala BPPT Hammam Riza bilang saat ini yang sedang dikembangkan dan sudah siap untuk digunakan adalah Rapid Diagnostic Test (RDT).

Selain itu, BPPT juga sedang mengembangkan ventilator hingga vaksin untuk penanganan Covid-19. Lalu seperti apa strategi hingga tantangan BPPT mengingat harus berpacu dengan waktu seiring dengan pandemi yang belum berakhir.

CNBC Indonesia berhasil melakukan wawancara eksklusif yang ditayangkan pada Rabu (17/6/2020). Berikut wawancara lengkapnya:

Bagaimana progres pengembangan Rapid Diagnostic Test (RDT) Covid-19?

Jadi salah satu produk untuk penanganan Covid-19 adalah RDT, kita juga mengembangkan jenis lain antigen, metode lain yang sesuai untuk rapid diagnostic test yang mendukung screening untuk OTG, PDP, ODP.

RDT ini salah satu dari lima yang telah diluncurkan. Di mana resminya diluncurkan oleh Pak Presiden pada 20 Mei bertepatan dengan Hari Kebangkitan Nasional yang lalu, ini akan melengkapi seluruh ekosistem dalam mendeteksi Covid-19.

Kita melengkapi PCR kit, mobile Laboratorium BSL 2, serta berbagai alat penunjang seperti emergency ventilator, hazmat, di mana seluruh upaya kita untuk pengobatan, perawatan, bagi pasien penderita Covid-19.

Update saat ini bagaimana?

RDT saat ini sudah dalam tahap akhir, di mana sudah ada 10 ribu test kit untuk divalidasi di RS dan faskes. Validasi ini untuk akurasi dan sensitivitas. Ini perlu dilakukan untuk mendapatkan sebuah kepercayaan terhadap spesifitas dari RDT. Sudah dilaksanakan kira-kira 95% sampai 97% akurasinya, cukup tinggi dibanding produk impor.

Kapan masyarakat bisa menggunakannya?

Ya, jadi untuk RDT akhir Juni, siap didistribusikan ke berbagai pihak. Kami mengharapkan pengguna rapid test, yaitu mulai dari pemda, RS atau industri hingga perusahaan swasta yang butuh rapid test made in Indonesia bisa menghubungi BPPT, ini untuk bisa memanfaatkan RDT untuk screening, testing untuk mengetahui positif Covid-19.

Skema distribusi, selain ke BPPT secara langsung, adakah cara lain?

Tidak perlu menghubungi langsung karena physical contact, contactless, bisa dilakukan melalui website, di situ ada formulir, nanti akan ada chat bot yang akan memanfaatkan proses pemesanan sampai pelayanan dan distribusi.

Kami sudah menyampaikan ini kepada gugus tugas dan saya terima kasih dukungan gugus tugas dan Kementerian Kesehatan, pengadaan rapid diagnostic kit, perlu massal, di mana akan memproduksi 1 juta dalam kurang lebih 1 bulan ke depan.

Untuk biaya produksi kompetitif, dari bahan baku dan proses produksinya industri, dalam hal ini rapid diagnostic kit, dengan Prodia dan lainnya, perkiraan harga Rp 75 ribu per test kit, bahkan harga impor bisa Rp 200 ribu per test kit.

Harapan kami, kita akan sampai ke economic scale. Mungkin nanti bisa Rp 50 ribu saja, dengan ketersediaan bahan baku. Masalahnya bahan baku masih impor dari luar, Karena permintaan naik, sehingga compete dengan negara lain untuk mendapatkan bahan baku ini.

Dalam tahapan berikutnya, kita akan memulai untuk membangun kesiapan dalam produksi reagen. Reagen banyak yang impor. Kita harapkan kita Indonesia mampu memproduksi reagen, baik untuk rapid test, atau PCR kit sangat dibutuhkan untuk upaya memastikan seberapa banyak penduduk Indonesia yang terpapar Covid-19. Ini penting dan kita kerja sama dengan seluruh pihak.


Adapun task force riset Covid-19, dibentuk bersama dengan Kemenristek, Badan Riset dan Inovasi Nasional, litbang, pemerintah, komunitas, ada juga perguruan tinggi, badan usaha, industri serta tentu saja memerlukan media.

Equal sistem inovasi pentahelix, sangat diperlukan menerobos hambatan dan sumbatan dalam melahirkan produk hasil karya anak bangsa Indonesia.

Tantangan lainnya apa?

Produk ini, apalagi kesehatan, butuh serangkaian uji dan izin. Ambil contoh emergency ventilator, pada kurun waktu 2 bulan ini selama ini ventilator 100% impor.

Dari purwarupa open source, kita tentu saja melewati serangkaian proses tahapan yang jadi ketentuan antara lain uji di Balai Pengaman Fasilitas Kesehatan Jakarta (BPFK) Kemenkes. Kita perlu, setelah BPFK, masih tetap melaksanakan uji klinis, dilakukan di tempat atau di RS yang memiliki pasien butuh ventilator.

Dari uji klinis ini dapat uji edar. Dari izin edar itu meminta industri untuk berpartisipasi. Proses ini yang merupakan sebuah alur, proses yang harus dijalani, ini harus diakselerasi. Kalau dalam proses ini tidak bisa menindak lanjuti hasil rekayasa penelitian, sampai pada hilirisasi, kita belum berhasil menciptakan inovasi.


Inovasi melalui litbang, pengembangan, pengkajian penerapan, berhasilkan inovasi yang dimanfaatkan. Tak hanya punya ide, tapi tidak bisa menghilirisasinya.

Bagaimana pengembangan ventilator?

Sudah dilaksanakan dengan izin edar, siap hilirisasi, besok akan menyiapkan ventilator ke RS, hasil dari pengembangan BPPT dan menggunakan anggaran pemerintah untuk membangun.

Ventilator ini anggarannya produksinya sekitar Rp 2,4 miliar. Harapannya kita akan menghasilkan 200 ventilator ke RS dan pengguna akhir untuk perawatan dan treatment pasien Covid-19.

Seperti apa pengembangan vaksin Covid-19?

Jadi vaksin adalah salah satu cara mengatasi pandemi Covid-19, yaitu bisa menemukan vaksin dan obat. Pengembangan ini seperti yang kita ikuti dilaksanakan oleh lembaga internasional dan tentu saja paralel dengan apa yang kita lakukan dalam negeri. Vaksin bisa diproduksi industri kesehatan kita sendiri.

Kalbe Farma, swasta, yang memang bisa produksi vaksin dalam kerja sama ini ada beberapa cara yang bisa kita tempuh. Untuk mendapatkan vaksin bisa beberapa strategi, kalau melakukan pelemahan virus. Bisa juga menggunakan strategi genetika, menganalisis DNA, juga memiliki keunggulan, menggabungkan seperti artificial intelligence (AI), supaya mempercepat. Saat Covid-19 ini maunya bisa berhasil lebih cepat.

Agar tepat waktu semua harus dicoba. Ada 157 pihak mengembangan vaksin saat ini di seluruh dunia. Saat ini, 10 sudah mendekati tahapan bisa menemukan vaksin, karena sudah berada di tahap uji klinis fase 1, fase 2 sampai fase 3. Untuk mengejar itu kita berusaha bekerja sama dengan pengembang. Supaya melaksanakan lompatan, transfer teknologi. Menggandeng kerja sama internasional dengan China, Korea, industri nasional kita, sampai finish menemukan vaksin agar tak ketinggalan.

Itu juga menjadi kunci sukses dari riset dan inovasi. Sehingga langsung menerapkan itu, melalui ATM, yaitu amati tiru dan modifikasi. Segera bisa sampai sana. Dalam pengembangan vaksin ini ingin ada eksotisme inovasi, rapid diagnostik, PCR, Mobile BSL 2, dan emergency ventilator. Vaksin adalah kerja sama kita untuk bisa mengerjakan kemandirian.

Kapan vaksin dikembangkan di Indonesia dan bisa diproduksi massal?

Saat ini beberapa industri kesehatan, melalui kerja sama konsorsium riset, teknologi, bersama perguruan tinggi kita itu ingin segera menghilirisasi vaksin dari China atau dari Korea, yang dikerjasa makan dengan Biofarma, Lembaga Eijkman, leading coordinator sesuai dengan apa yang diamanatkan Menteri Riset dan Teknologi, BPPT, LIPI, berusaha untuk bisa mengejar akselerasi penemuan vaksin.


Vaksin itu paling cepat satu tahun bisa kita kejar. Itu pun kalau semua berjalan dengan baik. Tapi kalau misal banyak tantangannya, vaksin tak mudah menjadi solusi Covid-19, harus melakukan proses kerja sama dengan kita mempelajari vaksin yang ada. Agar segera memproduksi sendiri vaksin terkait Covid-19.


Tahun depan?

Tahun 2021 mungkin adalah sebuah target yang saya kira cukup realistis, apalagi dari apa yang saya baca saat ini sudah ada uji vaksin di banyak negara memasuki uji klinis tahap ketiga, saya kira dalam beberapa bulan ke depan bisa mendapatkan vaksin untuk Covid-19. Tentu saja time will tell, apakah vaksin senjata pamungkas untuk covid-19 atau kita harus mencari vaksin lebih hebat. Mengatasi ini kan bukan destinasi, tapi journey, menyediakan vaksin buat orang-orang di dunia.

BPPT dalam pengalaman vaksin, telah bekerja sama dengan berbagai pihak. Bekerja sama untuk 3-4 jenis vaksin. Memang sangat dibutuhkan, pernah dengan kemenkes, LIPI, dan kami yakin kontribusi BPPT sangat substansial, karena kami memiliki sheet vaksin, dan kemudian ini yang di hilirisasi, scaling up, manufacturing itu keahlian BPPT. Ini yang akan kita kuatkan, kita ungkit dengan segala kemampuan agar bisa menghasilkan vaksin dalam negeri. 


Berapa biaya pengembangan vaksin?

Kalau melihat negara lain mungkin seperti di Eropa, itu menyampaikan ada US$ 8 miliar, Amerika sendiri kalau kita baca di berita itu paling tidak ada US$ 10-25 miliar dikerahkan untuk manufaktur dan distribusi ke seluruh dunia.


Indonesia melalui Kemenristek, tentunya dengan melalui Lembaga Eijkman, alokasi anggaran penemuan vaksin. BPPT alokasikan, tapi kan harus ingat ini fungsinya gotong royong, perlu harmonisasi seluruh anggaran.

Kalau mau berhasil, di atas kaki sendiri, harus anggarkan untuk vaksin. Kami kira, bukan saja pemerintah yang harus menyediakan, swasta, private juga didorong memberikan kontribusi dalam R&D, ;itbang, penelitian, pengkajian dalam rangka mengejar keunggulan dan kemandirian dari vaksin made in Indonesia.

BPPT kami ada kegiatan memang, untuk flagship bahan baku obat refocusing membantu mengembangkan vaksin sekitar Rp 1 miliar hingga Rp 2 miliar akan dikontribusikan dalam pengembangan vaksin.

Seperti apa peran BPPT dan fasilitasi apa untuk bisa menciptakan ekosistem tadi?

Ekosistem tadi yang kami yakini, hasil kerja sama, gotong royong, dari 5 komponen, yang bisa menjadi sistem komunikasi. Perguruan tinggi, komunitas, asosiasi profesi, sampai kepada industri sendiri, di sini bukan hanya BUMN tapi swasta nasional, media menjadi ujung penyambung lidah daripada sistem inovasi, untuk membangun kepercayaan dan confidence.


Jadi semua stakeholder, pentahelix. Inilah yang nanti menjadi inti produksi hasil riset dan inovasi di Indonesia. Secara khusus bicara peran hilirisasi, penelitian, rekayasa, audit teknologi, ada alih teknologi, difusi, intermediasi, dan kemudian sampai pada komersialisasi, rangkaian alur proses, mengantarkan ide produk, sebuah penelitian vaksin menjadi vaksin yang sesungguhnya.

Saksikan video terkait di bawah ini:

(miq/miq)

Read More

Related Posts