JAYAPURA, Papuanesia.id – Polda Papua melalui Direktorat Intelkam menggelar Focus Groub Discussion (FGD) menyikapi pro kontra Daerah Otonomi Baru (DOB) Provinsi Papua. Tokoh yang pro dan kontra pun dihadirkand dalam FGD tersebut.
FGD yang digelar di Abepura Kota Jayapura Selasa (26/4) ini mengetengahkan tema manfaat dan kerugian Otsus dan DOB bagi Orang Asli Papua, yang menghadirkan tokoh adat, agama dan pihak akademisi yang pro maupun kontra DOB.
Hadir dalam kegiatan tersebut, Muh. Thaha Alhamid selaku tokoh muslim Papua, Isak H.A Rumbarar selaku Dosen Universitas Saint dan Teknologi Jayapura, Melkias Hetharia selaku Dosen Uncen, termasuk dihadiri juga para aktivis dan BEM Universias di Kota Jayapura.
Kompol Sujono, mewakili Direktur Intelkam Polda Papua dalam kesempatan tersebut mengatakan, pihak Polda Papua merasa perlu menyelenggarakan FGD sebagai bentuk sharing aspirasi atas persoalan yang terjadi di Papua, yakni terkait pro kontra Otsus dan DOB.
“Kami dari kepolisian menyampaikan bahwa, pro dan kontra dalam kebijakan itu hal yang biasa, namun kita dapat menyikapi dan menyampaikan bagaimana sudut pandang kita semua terhadap adanya kebijakan ini,” kata Kompol Sujono.
Dia berharap, dengan FGD yang diselenggarakan, maka dapat menghasilkan solusi. Semua pihak yang hadir bisa menyampaikan argumennya, namun mesti dengan acuan data yang falid, sehingga diskusi benar-benar mendapat hasil.
“Kita di sini bisa berbeda pendapat, masing-masing memiliki alasan, dan saya berharap pada saat pelaksanaan diskusi ini boleh kita panas, tetapi dengan pikiran dan hati yang dingin, artinya kita dapat memberikan pendapat seluas luasnya,” ucapnya.
Ketua BEM Umel Mandiri R Sinaga menyebut secara umum Otsus merupakan bantuan finansial untuk daerah-daerah di Indonesia. Otsus ditetapkan untuk membantu finansial pendidikan dan kesejahteraan warga di daerah Otsus tersebut.
“Otsus dan DOB merupakan wewenang untuk memajukan daerah masing – masing, sehinga pemimpin daerah punya kewemangan membuat regulasi untuk mengatasi kerugian DOB yaitu degradasi SDA, penghancuran hutan lindung dan yang banyak terjadi di Indonesia adalah perusahaan dan tambang yang tidak memiliki ijin. Ini bisa diatur nantinya oleh pemimpin daerah itu sendiri,” katanya.
Editor : Nani Suherni
Sumber: [1]