Jakarta (PAPUANESIA.ID) –
Deputi V Kantor Staf Presiden Jaleswari Pramodhawardani menyatakan tidak bisa menoleransi aksi-aksi dengan menggunakan tindakan kekerasan.
“Sekali lagi, silakan menyalurkan aspirasi karena ini adalah negara demokrasi. Akan tetapi, segala bentuk aksi kekerasan tidak akan ditoleransi, dan akan berhadapan dengan proses hukum,” kata Jaleswari di Jakarta, Jumat.
Jaleswari Pramodhawardani mengatakan bahwa massa yang melakukan unjuk rasa patut pula menghormati aparat keamanan yang bertugas karena mereka sudah memberikan kesempatan kepada massa aksi untuk menyampaikan aspirasi.
“Penggunaan kekerasan terhadap aparat yang melarang mereka melakukan aksi di Ring 1 Istana Negara yang bersamaan dengan waktu ibadah salat Jumat sangat menodai tujuan aksi demonstrasi untuk menyalurkan aspirasi,” kata Jaleswari.
Ia menyesalkan adanya aksi demonstrasi yang ingin menyuarakan penolakan daerah otonomi baru (DOB) di Papua yang disertai dengan aksi kekerasan pemukulan terhadap aparat yang melakukan penanganan secara persuasif.
Kasat Intel Polres Metro Jakarta Pusat AKBP Ferikson Tampubolon, kata dia, dilaporkan terluka akibat pukulan batu oleh salah satu pengunjuk rasa. Polri dan TNI akhirnya berusaha membubarkan massa aksi dan melakukan penangkapan terhadap pelaku penyerangan.
Jaleswari menegaskan bahwa massa aksi yang mengklaim membawa aspirasi penolakan DOB harus mengikuti ketentuan perundang-undangan dalam penyaluran aspirasi.
Jaminan kebebasan yang diberikan negara, menurut dia, tidak serta-merta diartikan memperbolehkan adanya aksi demonstrasi dengan kekerasan, perusakan, dan penyerangan aparat yang bertugas melakukan pengamanan.
Kebijakan DOB di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat yang akan dilakukan Pemerintah berdasarkan aspirasi warga merupakan upaya pemerataan pembangunan dan pelayanan di wilayah yang memiliki luas hampir empat kali lipat pulau Jawa itu.
Pelayanan umum kependudukan dan lainnya yang selama ini terpusat hanya di Ibu Kota Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat, menurut Jaleswari, dapat dibangun dan disebar di ibu kota provinsi-provinsi baru, tanpa ada kendala waktu, jarak, biaya, dan kesulitan transportasi.
“Pembangunan berbasis aspirasi dan wilayah adat dapat lebih mudah diwujudkan,” ujarnya.
Sumber: [1]