Papuanesia.id –
JAYAPURA-Bulan Maret dan April tahun ini nampaknya aksi kekerasan bersenjata di Kabupaten Nduga belum berhenti. Beberapa kali terjadi aksi kontak tembak yang tidak hanya menewaskan aparat TNI-Polri tetapi juga pihak TPN-OPM termasuk warga sipil.
Kabar terakhir adalah tewasnya seorang pelajar berusia 16 tahun. Korban tewas oleh peluru namun belum diketahui siapa yang melepas tembakan tersebut.
Kapolres Nduga, AKBP I Komang Budhiarta menjelaskan bahwa tewasnya seorang pelajar atas nama Parinus Lokbere, Rabu (6/4). Jenazah korban menurut Kapolres Budhiarta sudah dimakamkan, Kamis (7/4) siang.
Disini polisi masih menyebut jika korban tewas tertembak orang tak dikenal. “Memang masih agak sulit untuk kami menyebut siapa pelakunya. Sebab itu kejadian malam hari dan tiba- tiba terdengar tembakan,” ungkap Komang Budhiarta via pokselnya, Kamis (7/4).
Kapolres menjelaskan bahwa kejadian tewasnya remaja ini terjadi sekira pukul 20.30 WIT. Dimana awalnya korban baru saja mencas handphonenya. Setelah itu, korban bersama dua orang berjalan dan tiba-tiba terdengar suara tembakan, hingga akhinya korban jatuh tergeletak.
Dikatakan, penembakan terjadi saat korban bersama dua orang saudaranya dalam perjalanan pulang ke rumah usai mengambil handphonenya yang dicas. “Korban dalam perjalanan pulang dan setibanya di kawasan Nogolait, terdengar suara tembakan dari arah perbukitan. Kami belum tahu siapa yang melakukan penembakan. Karena malam itu, bertepatan terjadi kontak tembak. Saat itu, korban baru selesai mengecas handphonenya di salah satu kios. Dalam perjalanan pulang, terdengar bunyi tembakan, hingga korban terjadi dan tewas,” jelas Komang Budhiarta.
Polisi sendiri lanjut Komang Budhiarta belum melakukan penyelidikan mengingat situasi di Kenyam masih naik turun. Intensitas kontak tembak juga masih sering terjadi dan pihaknya belum berani mengambil risiko untuk melakukan aktivitas yang berlebihan.
“Belum bisa kami pastikan siapa yang menembak. Sebab kejadian malam dan situasi masih siaga satu. Kami hanya mendengar jika anak ini (korban) baru ambil handphone setelah dicas dan saat jalan tiba-tiba satu roboh terkena tembakan,” ujar Kapolres.
Jenazah sendiri sudah dimakamkan namun situasi sempat tegang lantaran jenazah sempat diarak di bundaran Kenyam dan meminta pertanggungjawaban ke Pemda Nduga. “Jenazah sempat dibawa ke Puskesmas kemudian diarak. Tapi kini sudah aman, sebab persoalannya sudah tangani oleh Pemda,” pungkasnya.
Penembakan yang menewaskan seorang pelajar ini mendapat reaksi keras dari Bupati Nduga, Wentius Nimiannge.
Usai memakamkan jenazah korban, Bupati Wentius Nimiannge mengatakan, sebagai pemimpin dirinya merasa kehilangan generasi penerus Kabupaten Nduga yang tidak memiliki dosa atas masalah yang terjadi.
“Harapan saya jangan lagi terjadi seperti ini. karena manusia adalah gambaran Allah yang diciptakan dengan tangan-Nya sendiri. tetapi bagi siapa yang menghilangkan nyawanya, dia tidak akan diampuni oleh Allah. Pada waktu sangkakala berbunyi dan juga hukum karma tetap akan melekat pada orang yang berani tembak Parinus Lokbere. Tujuh keturunan akan korban sampai habis keluarganya,” tegasnya dalam rilis yang diterima Cenderawasih Pos, Jumat (8/4).
Pasca pemakaman korban ini, Bupati Wentius Nimiannge menyampaikan, situasi di Kabupaten Nduga relatif kondusif. Oleh sebab itu, dirinya meminta warga untuk tetap beraktivitas seperti biasa.
Terkait dengan kontak tembak antara TPN-OPM dengan aparat TNI-Polri di Nduga, Bupati Wentius Nimiannge meminta agar kontak tembak itu tidak dilakukan di Distrik Kenyam. “Jangan mengganggu wilayah kerja saya! Keneyam ini tempat saya untuk membangun Kabupayen Nduga,” pintanya.
Bupati Wentius Nimiannge mempersilakan TPN-OPM dan aparat TNI-Polri untuk berperang di tempat lain dan bukan di Distrik Kenyam.”Saya sedang membangun kabupaten ini menyiapkan generasi penerus dan jangan ganggu saya,” pungkasnya.
Sementara itu, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Nduga juga menyesalkan kontak tembak yang terjadi di Kabupaten Nduga berujung pada seorang pelajar bernama Parinus Lokbere.
“Sangat kesal terhadap tindakan TNI-Polri kepada warga sipil yang tidak menahu persoalan lalu menjadi korban kontak senjata di daerah tersebut,” kata Dinard Kelnea Anggota Komisi A DPRD Kabupaten Nduga saat dikonfirmasi Cenderawasih Pos, Jumat (8/4)
Dikatakan Dinard, kejadian kontak senjata antara TNI-Polri dan OPM yang berturut-turut di Kabupaten Nduga bahkan dengan masuknya OPM di tengah kota menandakan adanya perlawanan terhadap negara.
Sebagaimana kata Dinard, sejak tahun 2018 hingga saat ini, sebagian rakyat Nduga yang ada di 11 distrik sudah mengungsi sejak peristiwa tahun 2018 lalu. Ada pun 11 distrik itu di antaranya Distrik Mapenduma, Kenyam, Yigi, Mugi, Yal, Nirkuri, Mam, Kegayem dan beberapa distrik lainnya.
“Warga yang mendiami 11 distrik ini sudah mengungsi sejak tahun 2018. Mereka mengungsi di Jayawijaya, Mimika. Lanny Jaya, Puncak Jaya, Puncak, dan Jayapura,” terangnya.
Diakuinya, kini daerah yang ditinggal pergi penghuninya itu sudah menjadi lokasi perang bagi TNI-Polri dan OPM. Namun, bagaimana pun mereka kontak senjata, sipil jangan sampai dijadikan korban.
“Tugas negara harus mengayomi dan melindungi. Namun kenyataannya yang terjadi di lapangan aparat tidak bisa membedakan mana TPN-OPM dan mana warga sipil. Realita yang terjadi di Nduga saat ini, saat terjadi kontak senjata banyak korban dari TNI-Polri sementara dari OPM tidak ada. Ini lantas membuat emosional aparat dilampiaskan kepada sipil yang tidak menahu persoalan,” sesalnya.
Dinard menegaskan, TNI-Polri adalah alat negara yang harus mengayomi. Sehingga itu, sipil yang tidak tahu menahu persoalan yang ketika dia mencari makan dengan tangan kosong, berjalan untuk berkebun jangan disakiti apalagi dibunuh.
“Saya selalu mempertanyakan kenapa presiden secara resmi lebih khusus di Nduga selalu mengirim pasukan. Apakah wilayah Papua ini bagian NKRI, jika ia Papua bagian dari NKRI. Maka presiden perlu menarik pasukan non organik yang ada di Papua khususnya yang ada di Nduga,” tegasnya.
Ia juga meminta penarikan pasukan non organik dan tetap membiarkan pasukan organik yang ada. Sebab menurut Dinard, pasukan organik yang selalu melakukan pelayanan terhadap warga serta hidup aman dan damai dengan warga termasuk memahami kondisi warga setempat.
“TNI-Polri dan sipil Papua sejak tahun 60-an hingga saat ini selalu menjadi korban di tanah ini, sehingga solusi untuk mengakhiri semua ini adalah dialog yang didampingi pihak ketiga untuk mencari solusi,” tutup. (ade/fia/gin/nat)
Continue Reading
Sumber: [1]