New York (PAPUANESIA.ID) – Dolar AS menguat terhadap sekeranjang mata uang utama lainnya pada akhir perdagangan Kamis (Jumat pagi WIB), karena kurangnya kemajuan dalam pembicaraan damai antara Rusia dan Ukraina mendorong permintaan terhadap mata uang aman atau safe-haven.
Indeks dolar, yang mengukur greenback terhadap sekeranjang enam mata uang global lainnya naik 0,53 persen pada 98,3100.
Dolar telah menarik arus safe-haven sejak invasi Rusia 24 Februari ke Ukraina, dan berada di jalur untuk kenaikan sekitar 1,6 persen untuk Maret, dan sekitar 2,8 persen untuk kuartal pertama tahun ini.
Aliran akhir bulan dan kuartal telah menyebabkan beberapa volatilitas tambahan untuk pasar, tetapi perdagangan kemungkinan akan diredam menjelang angka penggajian non-pertanian (NFP) AS pada Jumat waktu setempat, kata Shaun Osborne, kepala analsi valas di Scotiabank.
Presiden AS Joe Biden mengatakan bahwa mulai Mei, Amerika Serikat akan melepaskan 1 juta barel per hari minyak mentah selama enam bulan dari Cadangan Minyak Strategis (SPR)-nya.
Biden mengatakan pemerintahannya telah bekerja dengan sekutu di IEA untuk mengoordinasikan pelepasan yang akan membawa total volume ke pasar global menjadi lebih dari 1 juta barel per hari.
Harga minyak mentah, yang telah meningkat karena perang, jatuh di tengah berita itu.
Mata uang terkait komoditas, seperti dolar Australia dan Selandia Baru, turun, dengan Aussie merosot 0,34 persen pada 0,74845 dolar AS dan kiwi turun 0,57 persen pada 0,6931 dolar AS.
Harapan dari awal pekan ini bahwa pembicaraan damai akan mengarah pada gencatan senjata di Ukraina lima minggu setelah invasi Rusia berkurang, dengan pasukan Ukraina bersiap untuk serangan baru Rusia di tenggara negara itu. Pembicaraan damai akan dilanjutkan pada Jumat.
“Ini telah menyebabkan reaksi risk-off (penghindaran risiko) yang telah menyeret pasar saham dan memukul mata uang komoditas yang sensitif terhadap risiko,” kata Marshall Gittler, Kepala Riset Investasi di BDSwiss Holding Ltd.
Secara terpisah, Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan pembeli asing harus membayar dalam rubel untuk gas Rusia mulai Jumat, saat ia mencoba untuk membalas sanksi Barat atas invasi ke Ukraina.
Perusahaan-perusahaan dan pemerintah-pemerintah Barat telah menolak langkah apa pun untuk mengubah kontrak pasokan gas mereka ke mata uang pembayaran lain. Sebagian besar pembeli Eropa menggunakan euro.
Euro melemah 0,8 persen pada 1,1068 dolar AS, setelah mencapai level tertinggi sejak 1 Maret di 1,1184 dolar AS di awal sesi karena kenaikan inflasi di Eropa memicu ekspektasi kenaikan suku bunga.
Kepala ekonom Bank Sentral Eropa (ECB) Philip Lane mengatakan pada Kamis (31/3/2022) inflasi zona euro semakin cenderung stabil sekitar 2,0 persen tetapi ECB harus siap untuk mengubah arah jika prospek memburuk karena perang di Ukraina.
“Sampai risiko krisis energi dan dampak ekonomi yang cukup besar akibat perang Ukraina telah hilang, ECB kemungkinan akan ragu untuk membuat komitmen yang jelas” tentang bagaimana mengambil tindakan terhadap inflasi, kata Antje Praefcke, analis valas di Commerzbank.
“Dan sebagai hasilnya, itu juga akan membutuhkan beberapa saat sebelum euro dapat terapresiasi secara berkelanjutan,” tambahnya.
Di tempat lain, krona Norwegia turun setelah harga minyak jatuh dan bank sentral mengatakan akan membeli mata uang asing untuk dana kekayaan negara pada April.
Sumber: [1]