Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus. WHO memberi enam syarat sebelum negara atau wilayah melonggarkan pembatasan. Ilustrasi.
Foto: Martial Trezzini/EPA
Kongo kembali melaporkan kasus baru ebola saat menghadapi Covid-19.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Para pejabat kesehatan Republik Demokratis Kongo (DRC) mengumumkan adanya wabah ebola baru di bagian barat laut di negara itu, Senin (1/6). Menanggapi hal itu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengingatkan bahwa penyakit saat ini tak hanya Covid-19.
“Ini adalah pengingat bahwa Covid-19 bukan satu-satunya ancaman kesehatan yang dihadapi orang,” kata direktur jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus dalam sebuah pernyataan dilansir di laman Sky News, Selasa (2/6).
Menurut WHO, pihak berwenang di Kongo tengah mengidentifikasi enam kasus. Empat di antaranya adalah kematian karena ebola, tepatnya di Mbandaka.
Para korban, meninggal dunia pada 18 Mei. Akan tetapi, menurut Menteri Kesehatan Kongo, Eteni Longondo, hasil tes yang mengkonfirmasi ebola baru terkonfirmasi pada akhir pekan kemarin. WHO mengatakan sudah memiliki tim di lapangan di negara itu.
Pada awalnya, epidemi Ebola di Kongo mulai merebak pada Agustus 2018. Setidaknya 2.243 orang meninggal dunia karena penyakit itu. Namun, karena munculnya wabah baru di Mbandaka, negara itu tak jadi mengumumkan akhir resmi epidemi ebola di Kongo.
Para pejabat kesehatan di timur masih menunggu untuk mengumumkan akhir epidemi setelah hampir dua tahun. Pasien terakhir yang diketahui di wilayah itu dirilis pada pertengahan Mei lalu.
Sementara, Kongo juga masih berperang dengan pandemi Covid-19. Setidaknya virus Covid-19 masih terdeteksi ada di tujuh dari 25 provinsi di Kongo.
Lebih dari 3.000 kasus yang dikonfirmasi dan 72 kematian telah dicatat. Namun, seperti banyak negara Afrika, pengujiannya sangat terbatas dan dikhawatirkan jumlah korban sebenarnya jauh lebih tinggi.
Ancaman tak hanya datang dari Covid-19 dan Ebola. Campak pun telah membunuh lebih banyak orang Kongo daripada gabungan penyakit-penyakit itu.
WHO mengatakan sudah ada 369.520 kasus campak dan 6.779 kematian sejak 2019. “Ancaman empat kali lipat ini dapat terbukti mematikan bagi jutaan anak dan keluarga mereka,” kata direktur nasional di Kongo untuk organisasi bantuan World Vision, Anne-Marie Connor.