Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengambil keputusan terkait Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) di Provinsi Papua Pegunungan yang melibatkan Partai Amanat Nasional (PAN). Putusan tersebut, yang dijatuhkan pada Perkara Nomor 240-01-12-37/PHPU.DPR-DPRD-XXII/2024, menolak permohonan yang diajukan oleh PAN karena ketidakjelasan dalam alasan permohonan dan petitumnya.
Menurut Ketua MK, Suhartoyo, dalam sidang pengucapan putusan pada Rabu (22/5/2024), permohonan yang diajukan oleh PAN dianggap tidak dapat diterima karena tidak jelasnya jumlah perolehan suara yang diminta oleh pemohon di Distrik Mugi. MK mendapati adanya pertentangan dalam petitum yang mengakibatkan kebingungan mengenai jumlah suara yang sebenarnya dimaksud.
Dalam petitum, PAN meminta MK untuk menetapkan hasil perolehan suara yang benar dan sah di Distrik Mugi sebesar 5.213 suara. Sementara dalam permohonan lainnya, PAN meminta agar hasil perolehan suara di Distrik Mugi ditetapkan sebesar 7.386 suara. Karena adanya pertentangan ini, MK menyatakan bahwa permohonan tersebut kabur dan tidak dapat dipertimbangkan lebih lanjut.
PAN mengajukan gugatan karena merasa tidak puas dengan hasil penghitungan suara di Distrik Mugi, Papua Pegunungan. Pasalnya, seluruh perolehan suara mereka dialihkan kepada salah satu calon dari partai lain saat rekapitulasi tingkat kabupaten. Meskipun perolehan suara PAN atas nama caleg Amsal Siep berhasil meraih suara terbanyak, namun adanya dugaan pengalihan suara oleh KPU membuat total suara PAN hanya ditetapkan menjadi 5.213 suara, bahkan pada akhirnya dinyatakan nol.
Keputusan MK ini menyoroti pentingnya kejelasan dalam permohonan sengketa pemilu serta tata kelola yang transparan dalam proses penghitungan suara. Meskipun gugatan tersebut ditolak, implikasi dari keputusan ini akan membawa dampak yang signifikan bagi proses pemilu dan tata kelola demokrasi di Papua Pegunungan maupun di Indonesia secara keseluruhan.