Home Berita Utama Gustaf Rudolf Kawer,  Pengacara Pembela Kasus-Kasus HAM di Papua – Papuanesia.id

Gustaf Rudolf Kawer,  Pengacara Pembela Kasus-Kasus HAM di Papua – Papuanesia.id

by Papuaku
Gustaf Rudolf Kawer,  Pengacara Pembela Kasus-Kasus HAM di Papua - Cepos Online

Papuanesia.id –

Berbagai Kasus Makar Pernah Ditangani, Stigma dan Ancaman Sering Dihadapi

Nama pengacara Papua Gustaf Kawer, sudah tidak asing lagi di mata warga Papua, sebab saat ini namanya sering disebut,banyak  terlibat dalam sejumlah penanganan perkara hukum besar,yang berhubungan dengan hak-hak asasi manusia (HAM) di Papua. Dalam membela kasus HAM, tidak sedikit ancaman yang datang kepadanya. Bagaimana perjalanan karier dan tantangan yang dihadapi?

——————

Rabu, 2 Desember 2021, saya berkunjung ke Kantor Perkumpulan Pengacara Hak Asasi Manusia (PAHAM) Papua yang berlokasi di Jalan merak, Kotaraja, Kota Jayapura. Sebuah mobil merah terparkir di depan pagar.

Siang itu, Kantor PAHAM terlihat sepi. Pintu kantor terbuka, tetapi ruang tamu kosong. Kantor setinggi tiga lantai ini hanya berisikan tiga orang. Dua staf sedang mengobrol di ruang administrasi. Satu orang lain, Gustaf Kawer, menunggu di ruang rapat.

Rupanya para pengacara PAHAM sedang berada di lapangan. Sebagian bersama Tim Koalisi Masyarakat Sipil mendampingi kasus delapan aktivis di Polda Papua, yang ditangkap 1 Desember 2021 karena menaikan bendera bintang kejora di Makapolda Papua. Sebagian lainnya mendampingi tahanan makar di Polres Keerom, yang ditangkap di perbatasan Indonesia-PNG usai mengikuti pertemuan di Vanimo.

Saya menemui Gustaf Kawer di ruang rapat di lantai dua. Gustaf Kawer sendiri saat ini adalah Sebagai Ketua Perkumpulan Pengacara Hak Asasi Manusia Untuk Papua,penampilannya yang selalu sederhana.

Meski orangnya sederhana,namun bicara soal pengalamannya di dunia advokasi,sejumlah penghargaan pernah diraihnya, di nasional dan dunia internasional sebut saja ‘Lawyers for Lawyers Award’ di Amsterdam, Belanda tahun 2013 lalu,bersama rekannya almarhuma Olga Hamadi.

Dalam sebuah video berjudul “A Story of Human Rights Lawyers in Papua” yang dirilis 2013, Gustaf dan almarhuma Olga bercerita tentang kondisi HAM di Papua serta teror dan intimidasi yang mereka terima selama mengadvokasi pelanggaran HAM di Papua. “Kami sering mendapatkan stigma separatis,” kata almarhuma Olga Hamadi.

Saat itu Gustaf dan Olga dinominasikan oleh Tapol dalam Lawyers for Lawyers Award, yang digagas oleh organisasi warga sipil Belanda Lawyers for Lawyers. Keduanya dianggap layak mendapatkan penghargaan itu karena dedikasi mereka dalam melakukan advokasi hukum untuk warga di Papua. Juri menempatkan Gustaf dan Olga di peringkat ketiga.

“Keduanya adalah penanda terang di sebuah wilayah, di mana orang-orang kehilangan kepercayaan terhadap sistem hukum dan menghadapi kekerasan setiap kali mereka memprotes ketidakadilan yang merajalela. Kedua pengacara menunjukkan keberanian besar yang terus berlanjut… yang dalam situasi secara umum diabaikan oleh dunia luar,” demikianlah pengakuan khusus yang diberikan juri, yang terdiri dari para ahli hukum, dikutip dari halaman lawyersforlawyers.org.

Bahkan pengakuan yang terbaru, Pada 2019, Gustaf R.Kawer dan Rekannya menerima Penghargaan Probono Award dari media hukum online, Kantor Advokat/Pengacara Gustaf Rudolf Kawer S.H.,M.Si. dan Rekan didaulat sebagai juara atas jumlah jam pro bono terbanyak (Pro-Bono Hours Excellence)untuk kantor hukum dengan 1 – 10 advokat. Sedangkan penghargaan advokat dengan kegiatan pro bono nonlitigasi paling inspirati (The Most Inspiring Lawyer in the Field of Pro Bono Non-Litigation) diraih Yohanes Mambrasar.

Setahun kemudian, Gustaf masuk nominasi penghargaan IBA 2020 atas usulan dari  Lawyers For Lawyers. Gustaf dinilai sebagai pengacara yang memberikan kontribusi luar biasa bagi kemajuan dan perlindungan hak asasi semua orang atau sekelompok orang, yang berkenaan dengan hak untuk hidup dan mendapatkan keadilan di bawah supremasi hukum.

Gustaf Kawer memang sangat dikenal karena keberaniannya dalam menangani kasus-kasus besar yang sering berhubungan dengan politik,bahkan disebut sebagai kasus makar, sebut saja seperti penangkapan aktivis-aktivis Pro Merdeka dan HAM di Papua. Sebut saja Kasus Benny Wenda,  Kasus Makar Edison Waromi, dkk, Makar Yance Hembring, Philep Karma, Kasus Penyerangan Polsek Abepura Tahun 2000, Kasus Makar 15 Warga Sipil Di Nabire, Kasus Penyerangan Polsek Abepura Tahun 2009, Kasus Makar Steven Itlay, dkk di Timika, Kasus Makar Apolos Sroyer, dkk, Kasus Makar Oktovinus Warnares, dkk di Biak, Kasus Pelecehan seksual oleh Anggota Marinir (2008), hingga tuduhan makar Forkorus Yaboisembut dkk, Kasus 7 Tahanan Politik Anti Rasisme di Balikpapan serta Kasus Makar Victor Yeimo, juru bicara Internasional Petisi Rakyat Papua (PRP),dan masih banyak kasus-kasus makar yang ditanganinya.

Sudah 20 tahun lebih Gustaf berperan dalam mendorong penegakkan HAM di Papua. Oleh Marthen Manggaprouw, Gustaf dikenal sebagai orang yang profesional. Ia memberikan bantuan hukum kepada semua orang yang membutuhkan bantuannya tanpa memandang siapa dan dari kelompok mana orang itu berasal. “Tapi Kaka Gustaf tidak pernah membantu orang-orang yang menyengsarakan rakyat,” kata Marthen.

Ketika menerima penghargaan

Resmi jadi Pengacara

Sejak bekerja di LBH Papua  Gustaf menangani banyak kasus tahanan makar. Namun kasus pertama yang ditangani dan selalu diingatnya adalah kasus Benny Wenda.

Pada 9 Juni 2002, Benny Wenda ditangkap karena dituduh melakukan penyerangan terhadap Polsek Abepura. Sebagai strategi politik, Benny memilih melarikan diri ke PNG. Saat ini ia berada di Inggris. Benny adalah pemimpin United Liberation Movement for West Papua (ULMWP).

Masih di tahun 2002, Herman Wanggai dan Edison Waromi melakukan aksi pengibaran bendera Negara Melanesia Barat, Bintang 14, di Universitas Cenderawasih, Abepura sebagai peringatan 14 tahun proklamasi Thom Wanggai (paman Herman Wanggai). Akibatnya mereka ditangkap.

“Kasus mereka didampingi oleh Kaka Gustaf dan LBH,” ujar Marthen Manggraprouw, sekjen West Papua National Authority (WPNA). WPNA dideklarasikan oleh Terryanus Yoku selaku Presiden Nasional Congres di Abepura, Jayapura, pada 16 Agustus 2004.

Herman Wanggai adalah keponakan Thom Wanggai dan mantan tahanan politik di tahun 1988 bersama pamannya. Sementara Edison Waromi adalah Perdana Menteri Pemerintahan Sementara ULMWP. Mereka ditangkap dan diadili dengan tuduhan makar dan divonis 2 tahun penjara dipotong masa tahanan. “Kalau Pak Waromi sudah sering didampingi oleh Kaka Gustaf,” kata Marthen Manggraprouw.

Marthen mengungkapkan, WPNA sama seperti ULMWP, yaitu pemerintahan sementara. Didalam WPNA ada tokoh-tokoh dari dua bendera, yaitu Bintang 1 atau dikenal Bintang Kejora dan Bintang 14. Menurut Marthen, hampir setiap kasus yang melibatkan tokoh-tokoh WPNA selalu dibantu oleh Gustaf. Sebab, saat itu tidak banyak lembaga advokasi dan mereka lebih mengenal pengacara secara personal seperti Gustaf.

Pada 2004, Gustaf menjadi staf divisi hak-hak sipil dan politik di LBH Papua. Pada tahun ini juga Gustaf terlibat dalam advokasi kasus Abepura bersama Carmel Budiardjo, pendiri TAPOL, sebuah organisasi yang membela tahanan politik dan HAM di Indonesia dan di Papua.

Gustaf melanjutkan studi S2 di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta dengan mengambil Magister Perdamaian dan Resolusi Konflik. Ia menyelesaikan kuliahnya tahun 2007. Setelah itu mengikuti ujian profesi advokat melalui Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi). Ia dinyatakan lulus dan diambil sumpah atau janji advokat pada 7 Agustus 2007 di Pengadilan Tinggi Jakarta. Resmi sudah Gustaf menjadi pengacara.

 

Pekerjaan Besar

Setelah bekerja di LBH Papua sekitar tujuh tahun, pada tahun 2008, Gustaf keluar dan mendirikan kantor pengacara sendiri. “Pada tahun 2010 baru ada inisiatif dengan teman-teman untuk buat perkumpulan sendiri,” kata Gustaf. Perkumpulan ini kemudian dikenal sebagai PAHAM Papua.

Situasi HAM di Papua dirasa Gustaf dan rekan-rekannya tidak berubah. Aparat masih represif. Penangkapan dan penyiksaan sewenang-wenang masih terjadi. Proses hukum juga masih berjalan tidak adil.

“Atas dasar itu kemudian saya dengan teman-teman termasuk almarhuma Olga Hamadi, berpikir bahwa pelanggaran HAM sangat banyak di Papua dan hampir merata di semua daerah, tetapi tenaga pengacara sangat minim. Nah untuk tangani, kita coba buat perkumpulan ini. Kita coba menghimpun, memberdayakan advokat dan juga mengadvokasi  warga yang membutuhkan bantuan hukum,” ujar Gustaf.

Olga Hamadi adalah perempuan Papua yang mendedikasikan hidupnya untuk penegakan HAM di Papua. Ia memulai kerja sebagai pengacara HAM sejak bergabung dengan LBH Papua tahun 2005. Olga kemudian menjadi koordinator KontraS Papua.

Kendati telah ada sejak November 2010, PAHAM baru disahkan tujuh tahun kemudian berdasarkan Keputusan Menteri hukum dan Hak Asasi Manusia tanggal 07 November 2017.

PAHAM menangani kasus pelanggaran HAM oleh negara seperti penangkapan aktivis seperti Kasus Makar Forkurus Yaboisembut, dkk, Kasus Makar Sem Asso, dkk di Timika, Kasus Makar Edison Werimon di Sarmi, Kasus Makar 7 Tapol Anti Rasisme di Balik Papan, Kasus Makar Viktor Yeimo dan masih banyak Kasus Makar yang ditangani PAHAM Papua bersama Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Papua.

Dalam persidangan, Gustaf seringkali bersuara garang dan melontarkan protes. Akibatnya ia beberapa kali dilaporkan ke polisi dengan tuduhan melecehkan lembaga peradilan. Ia juga kerap menerima ancaman dan intimidasi.

“Saya juga pernah mendampingi kasus gugatan pada Polres Sarmi. Selesai sidang ban motor saya pecah. Pertama ban depan paku tembus. Besoknya ban belakang paku tembus. Sampai saya memilih sementara berjalan kaki,” ujar Gustaf.

Sebagai pengacara HAM, Gustaf sadar kesulitan yang akan selalu dihadapinya. Ia selalu berpesan pada rekan-rekan pengacara di PAHAM untuk tidak bersantai-santai, apalagi mundur, saat mengawal suatu kasus.

“Kerja ini sebenarnya tidak sulit, walaupun berhadapan dengan situasi yang sulit. Yang penting dalam advokasi ini kan setia. Setia kawal kasus sampai tuntas,” ujar Gustaf. (Penulis: Yokbeth Felle /editor: luc)*

 

 

 

 

Continue Reading

Sumber: [1]

Related Posts