Ilustrasi kantor staf presiden. (Andika Wahyu)
Jakarta, CNN Indonesia — Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Donny Gahral Adian mendorong agar tindakan intimidatif dan ancaman pembunuhan terkait diskusi pemberhentian presiden oleh mahasiswa Constitusional Law Society (CLS) Fakultas Hukum UGM dibawa ke ranah hukum.
“Laporin ke polisi, siapa yang mengancam, apa motifnya,” katanya kepada CNNIndonesia.com melalui sambungan telepon, Sabtu (30/5).
Donny mengatakan panitia pelaksana diskusi dan pihak UGM harus membuktikan dengan benar mengenai ancaman atau tekanan yang didapat akibat dari rencana agenda diskusi pemberhentian presiden ditinjau dari sistem ketatanegaraan.
“Jadi, tidak bisa juga kemudian mengatakan tiba-tiba diancam tapi tidak ada informasi yang lebih terang,” ujar dia.
Pemerintah, lanjut Donny, senantiasa menghargai dan menghormati setiap kebebasan berpendapat karena telah dilindungi konstitusi. Lebih lanjut, ia berujar bahwa kampus merupakan ruang akademik di mana intellectual exercise menjadi sesuatu yang lumrah.
“Yang jelas pemerintah menghormati kebebasan berpendapat sejauh masih dalam koridor peraturan perundang-undangan yang berlaku. Artinya bukan ujaran kebencian, hasutan,” ujarnya.
Sementara itu, Dekan Fakultas UGM Sigit Riyanto tidak menjawab tegas apakah akan membawa kejadian tersebut ke ranah hukum atau tidak. “Apa harus lapor?,” katanya melalui pesan tertulis.
Sebelumnya, Agenda diskusi mahasiswa Constitusional Law Society (CLS) Fakultas Hukum UGM pada 29 Mei 2020 bertema ‘Meluruskan Persoalan Pemberhentian Presiden Ditinjau dari Sistem Ketatanegaraan’ terpaksa dibatalkan.
Sigit Riyanto dalam keterangan tertulis mengatakan pembatalan itu lantaran pembicara, moderator dan nara hubung agenda diskusi, serta ketua CLS mendapat teror dan ancaman pembunuhan sejak malam sebelumnya.
“Mulai dari pengiriman pemesanan ojek online ke kediaman, teks ancaman pembunuhan, telepon, hingga adanya beberapa orang yang mendatangi kediaman mereka,” kata Sigit, Sabtu (30/5).
“Teror dan ancaman ini berlanjut hingga tanggal 29 Mei 2020 dan bukan lagi hanya menyasar nama-nama tersebut, tetapi juga anggota keluarga yang bersangkutan, termasuk kiriman teks berikut kepada orang tua dua orang mahasiswa pelaksana kegiatan,” ujar dia. (ryn/dea)