Papuanesia.id –
*KontraS Desak Polisi Bebaskan 7 Aktivis dan Ganti Rugi Materil Kerusakan di Kantor KontraS
JAYAPURA-Proses penyidikan yang dilakukan terhadap juru Bicara Petisi Rakyat Papua (PRP) Jefry Wenda dan kawan – kawan usai diamankan pada 10 Mei lalu hingga Rabu (11/5) kemarin berakhir.
Berakhir lantaran setelah melakukan penyelidikan, Jefry dan dua rekannya yakni Nesta Ones Suhuniap selaku jubir KNPB dan Omikzon Balingga selaku seksi diplomasi KNPB sekira pukul 17.30 WIT langsung dipulangkan. Hanya empat orang lainnya yakni Mery Itlay, Maxi Manga, Iman Kogoya dan Abi Youw belum mendapat keterangan soal apakah dipulangkan atau dilakukan penahanan.
Pihak Polresta Jayapura Kota sendiri hingga tadi malam tidak memberikan keterangan terkait hasil penyidikan tersebut. Sebelumnya Jubir PRP ini diamankan untuk didalami soal pernyataannya yang menyebar di media sosial. Dimana diduga ada ajakan yang dianggap provokatif terutama dengan kalimat akan melumpuhkan kota.
Penjelasan mengenai dipulangkannya Jefry Wenda ini tidak disampaikan pihak kepolisian melainkan pendamping dari penasehat hukum, Emanuel Gobay. Pria yang juga menjabat sebagai Direktur LBH Papua ini menulis bahwa tiga orang yang ditahan sejak 10 Mei sudah dibebaskan pada 11 Mei dengan alasan sudah lewat batas waktu 1 x 24 jam.
“Sejak penangkapan hingga hari ini Rabu (11/5) sehingga dibebaskan demi hukum,” tulis Emanuel. Ini kata dia sesuai dengan ketentuan pasal 17 Jo pasal 19 ayat (1) undang – undang nomor 8 tahun 1981 tentang hukum acara pidana.
Informasi yang diperoleh menyebutkan bahwa proses penyelidikan ini diselesaikan dengan upaya restorative justice.
Sementara itu, Kapolresta Jayapura Kota, Kombes Pol Gustav Urbinas kepada wartawan menjelaskan bahwa Jefry diamankan karena ada seruan – seruan aksi, yang dalam narasinya menyebutkan akan melumpuhkan kota sehingga itulah yang jadi catatan pihak kepolisian.
Menurutnya, ada flyer dan informasi ini yang sudah beredar ditingkat keluarga bahkan rumah tangga sehingga menimbulkan ketidaknyamanan. Kata Kapolresta apabila ada meme yang mengajak untuk melumpuhkan kota kemudian dibiarkan berarti pembenaran. Karena itulah pihaknya menguji untuk ditindaklanjuti.
“Ada ajakan yang menurut kami menimbulkan keresahan jadi harus kami tindaklanjuti agar tidak dianggap membiarkan atau bahwa semua itu benar,” kata Gustav.
Jefry sendiri dikatakan merupakan pemain lama yang kembali muncul dan didapuk menjadi juru bicara PRP. Hanya saja lucunya, saat massa sudah turun ke jalan ternyata menurut Kapolres, pihaknya tak mendapati Jefry di lapangan.
Jefry justru berada disebuah rumah di Perumnas IV Padang Bulan. Saat itu ia diambil bersama 3 orang sedangkan 3 lainnya diamankan di lokasi berbeda. “Jadi kami sudah putar dan tidak menemukan dia (Jefry) di lapangan. Padahal dia yang harusnya mengontrol semua di lapangan tapi malah tidak di lapangan. Membiarkan anggota atau pendemo lain berorasi dan berteriak sendiri,” beber Gustav.
Selain itu disinggung jika aksi demo PRP ini merupakan aksi damai seperti yang disampikan lalu mengapa ada bantu dan botol yang disiapkan. Begitu juga dengan tindakan anarkis yang dilakukan massa lewat aksi pelemparan dan pengrusakan. Ada satu perwira Polresta yang harus dirawat karena mengalami retak tulang akibat lemparan.
“Jadi mana damainya kalau ada batu dan botol yang dipersiapkan. Ada aksi pelemparan dan pengrusakan juga. Bagaimana kami mau percaya jika ini aksi damai, damai darimana,” sindir Kapolresta.
Disinggung soal Jefry sendiri, Kapolresta tidak banyak berkomentar. “Yang jelas saat ini dia (Jefri) di A tapi besok dia di B dan lusa di C, tidak jelas tapi artikan sendiri saja, itu jawaban saya,” tutupnya.
Sementara itu, Komisi Untuk Korban Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Papua mengecam tindakan aparat Kepolisian yang memasuki kantor KontraS Papua di Perumnas IV, Padang Bulan, Kelurahan Hedam, Distrik Heram, Selasa (10/5).
Koordinator KontraS Papua, Samuel Awom mengatakan, aparat Kepolisian telah melakukan tindakan sewenang-wenang memasuki kantor KontraS Papua, Selasa (10/5).
Aparat Kepolisian yang datang menggunakan beberapa mobil menurut Samuel Awom, masuk ke kantor KontraS Papua lalu menyita sejumlah barang dan melakukan penangkapan sewenang-wenang kepada sejumlah aktivis dan penggiat HAM.
“Saat itu sekira pukul 13.30 WIT sejumlah aparat keamanaan datang menuju ke kantor KontraS papua dengan mengendarai beberapa unit mobil. Sebagian di antara aparat memasuki kantor secara paksa, dan puluhan yang lain berjaga di sepanjang jalan di depan kantor. Para petugas keamanan tersebut berpakaian preman, dan beberapa di antaranya membawa senjata laras panjang. Selanjutnya mereka melakukan menggeledah kantor, menangkap para aktivis yang sedang berkumpul di dalam kantor,” ungkap Samuel Awom dalam rilisnya yang diterima Cenderawasih Pos, Rabu (11/5).
Dikatakan, aparat Kepolisian yang masuk ke kantor KontraS Papua mengambil dan menyita sejumlah peralatan kantor yaitu, satu unit CPU, laptop, printer, handy talk, dan sejumlah buku.
Saat mendatangi kantor KontraS Papua, aparat Kepolisian menurut Samuel Awom, beralasan untuk menangkap penanggung jawab aksi demonstrasi menolak DOB yang kemudian dibubarkan secara paksa oleh pihak Kepolisian.
“Polisi berasalan aksi demontrasi ini tidak mengantongi izin dari Kepolisian. Sebanyak tujuh orang aktvis yang ditangkap saat berada di kantor KontraS yaitu Jefry Wenda, Ones Suhuniap, Omikzon balingga, Max Mangga, Ester Haluk, Iman Kogoya, Abbi Douw,” katanya.
Untuk itu ia secara tegas mengutuk keras tindakan brutal Polisi yang telah membubarkan secara paksa aksi demonstrasi damai menolak pembentukan DOB/pemekaran wilayah di Papua, Selasa (10/5).
“Kami juga mengutuk sangat keras atas tindak sewenang-wenang Polisi yang dengan melanggar hukum telah memasuki kantor KontraS Papua untuk melakukan penyitaan barang dan penangkapan orang secara sewenang-wenang. Tidak ada aturan hukum yang dapat membenarkan tindakan Kepolisian tersebut. Kantor KontraS Papua adalah kantor lembaga warga yang meneguhkan prinsip non kekerasan dan HAM, serta menjadi tempat mengadu bagi para korban kekerasan dan pelanggaran HAM,” jelasnya.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal (Sekjen) KontraS, Andy Irfan, SH., usai menerima laporan dari Papua mengatakan tidak selayaknya Kepolisian justru bersikap arogan, melanggar hukum dan mengabaikan HAM.
Terkait hal ini, pihak KontraS Papua dan Federasi KontraS menuntut Kepolisian membebaskan tanpa syarat semua orang yang ditahan. “Kepolisian membayar ganti rugi secara materiil dan immateriil seluruh kerusakan yang diakibatkan tindakan personelnya yang secara sewenang-wenang memasuki kantor KontraS Papua dan menangkap orang secara sewenang-wenang dan melanggar hukum. Kapolri melakukan evaluasi secara menyeluruh terhadap kinerja Kepolisian Daerah Papua, dengan memeriksa dan menghukum para pejabat Polisi,” pintanya.
Andy Irfan juga menambahkan bahwa Polisi tidak bisa sewenang-wenang memasuki kantor lembaga warga yang berkomitmen terhadap HAM.
“Kepolisian harus memastikan semua kantor-kantor lembaga masyrakat yang berkomitmen terhadap HAM adalah zona aman bagi korban dan pegiat HAM,” tutupnya. (ade/oel/nat)
(ade/nat)
Continue Reading
Sumber: [1]