REUTERS/TOM BRENNERPresiden Amerika Serikat Donald Trump ketika memberikan pernyataan mengenai demonstrasi yang terjadi karena kematian pria kulit hitam bernama George Floyd di Rose Garden, Gedung Putih, Washington DC, pada 1 Juni 2020.
WASHINGTON DC, KOMPAS.com – Para pengunjuk rasa dibubarkan oleh polisi dengan gas air mata, demonstrasi di seluruh negeri yang menentang jam malam, dan seorang presiden yang mengancam akan mengerahkan tentara di jalan-jalan.
Kekacauan sipil di Amerika Serikat yang dipicu oleh kematian warga Amerika keturunan Afrika, George Floyd, telah menggantikan virus corona sebagai tajuk utama di berbagai media di seluruh dunia.
Bagi negara-negara yang menjadi sasaran kritik AS karena dianggap melanggar hak-hak demokrasi, kematian George Floyd memberikan peluang untuk membalikkan keadaan di Washington. Berikut adalah bagaimana media di China, Iran, Rusia dan Turki meliput protes di AS.
Baca juga: Demo Protes Kematian George Floyd, 10.000 Orang Seantero AS Ditangkap
CHINA
Surat kabar pemerintah China, Global Times, membandingkan respons AS terhadap protes atas kematian George Floyd dengan dukungan Washington sebelumnya kepada para pemrotes Hong Kong, mengingatkan para pembaca bahwa para politisi AS menggambarkan demo di Hong Kong sebagai “pemandangan indah” demokrasi.
Pemimpin redaksi harian tersebut, Hu Xijin menulis, “Kekacauan di Hong Kong yang berlangsung lebih dari setahun dan tidak ada tentara dikerahkan. Tapi baru tiga hari terjadi kekacauan di Minnesota, Trump secara terbuka mengancam penggunaan senjata api dan menyiratkan akan mengerahkan pasukan militer.”
Situs surat kabar itu telah mengunggah tangkapan layar dari pesan-pesan di Twitter – konon berasal dari “perusuh” anonim Hong Kong – menawarkan pengunjuk rasa AS “tutorial online” tentang pengaturan penghalang jalan dan menghindari polisi. Twitter diblokir di daratan China.
“Tampaknya AS mendorong protes di Hong Kong dan bagian dunia lainnya,” tulis surat kabar tersebut,”ayam-ayam [pengunjuk rasa] itu telah pulang untuk bertengger di AS.”
Baca juga: Pidato Mengharukan Meghan Markle soal Kematian George Floyd
AS sebelumnya sangat kritis akan perlakuan China terhadap Hong Kong, setelah gelombang demonstrasi pro-demokrasi terjadi sejak 2014.
Baru-baru ini, terjadi demonstrasi di teritori oti setelah Beijing berencana untuk memberlakukan rancangan undang-undang keamanan baru terhadap wilayah itu, memicu kekhawatiran bahwa penduduk Hong Kong akan kehilangan kebebasan mereka.
AS mendukung penuh para pengunjuk rasa ini, yang oleh pemerintah China disebut sebagai ‘pengacau’, dan mendesak pemerintah China menghormati hak mereka untuk didengar.