CNN Indonesia | Sabtu, 30/05/2020 19:36 WIB
Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa didampingi Wali Kota Surabaya Tri Rismaharin. (ANTARA FOTO/Moch Asim)
Jakarta, CNN Indonesia — Ketua Tim Riset Corona dan Formulasi Vaksin PNF, Profesor Chaerul Anwar Nidom meminta Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa dan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini menyudahi polemik mobil laboratorium polymerase chain reaction (PCR), yang belakangan ramai diperbincangkan publik.
Nidom mengatakan dalam situasi pandemi virus corona (Covid-19) seperti sekarang ini, tak sepatutnya Risma maupun Khofifah melontarkan narasi-narasi dan kebijakan yang tak perlu di hadapan masyarakat.
“Dalam situasi yang memprihatinkan seperti ini, tidak sepatutnya para pimpinan mempertontonkan narasi-narasi komunikasi yang tidak lazim dan tidak perlu ke masyarakat,” ujar Nidom kepada CNNIndonesia.com, Sabtu (30/5).
Guru besar biologi molekuler Universitas Airlangga Surabaya ini mengatakan, narasi yang tak baik tersebut hanya akan mencederai hati dan perasaan masyarakat.
Ia pun meminta kedua belah pihak untuk menyelesaikan permasalahan tersebut dengan komunikasi yang baik, agar terjalin solidaritas, dalam menghadapi wabah ini.
“Karena semua ini bisa menciderai hati dan perasaan masyarakat terutama dalam membangun kebersamaan. Seyogyanya semua itu bisa diselesaikan dalam pertemuan/komunikasi intensif, dalam bingkai membangun solidaritas, untuk menghadapi wabah yang tidak tahu kapan akan berakhir,” katanya.
Selain itu, Nidom juga menyoroti konflik serupa lain yang terjadi antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Keduanya, menurut Nidom acap kali tumpang tindih ketika membuat kebijakan dalam menghadapi pandemi ini.
“Juga yang lain seperti antara RI 1 dan DKI 1. Yang satu seolah-olah buka mal yang lain menutup mal. Juga sebelumnya antara istilah pulang kampung dan mudik, terjadinya kerumunan di bandara dan sebagainya,” ujar dia.
Foto: CNN Indonesia/Fajrian
Menurut Nidom, kebijakan-kebijakan tersebut dibuat berdasarkan kepentingan masing-masing bukan untuk kepentingan bersama. Ia pun berharap, ke depan para pemimpin mau bersama-sama membangun narasi yang baik dan tak saling bertabrakan, agar pendemi ini bisa segera teratasi.
“Semua itu semata didasarkan pada kepentingan masing-masing, bukan pada aspek wabah itu sendiri. Wabah ini kompleks, karenanya narasi komunikasi pemimpin sangat besar pengaruhnya,” kata dia.
Sebelumnya terjadi kisruh berebut mobil tes Covid-19 antara Pemkot Surabaya dengan Pemprov Jawa Timur. Bahkan nama Tri Rismaharini masuk dalam jajaran trending topic Twitter pada Jumat (29/5) malam.
Hal itu bermula saat Risma meradang usai dua unit mobil tes dengan metode Polymerase Chain Reaction (PCR) dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dialihkan ke dua wilayah lain oleh Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Jatim.
Risma menilai mobil tes PCR dari BNPB awalnya akan dipakai oleh warga Kota Surabaya. Namun hingga masyarakat berkumpul, mobil tak kunjung datang.
Mobil itu kemudian diketahui digeser ke Tulungagung dan Lamongan oleh Gugus Tugas Jawa Timur yang berada di bawah naungan Pemprov.
“Teman-teman lihat sendiri kan, ini bukti permohonan saya dengan Pak Doni, jadi ini saya sendiri yang memohon kepada beliau. Kasihan pasien-pasien yang sudah menunggu,” kata Risma sambil menunjukkan percakapan dengan Doni kepada media di Surabaya, Jumat (29/5).
Sebaliknya, Ketua Rumpun Logistik Gugus Tugas Covid-19 Jawa Timur yang juga sekaligus Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jatim, Suban Wahyudiono masih meyakini pihaknya yang lebih dulu mengajukan bantuan mobil tes yang kemudian disebut diserobot oleh Pemprov Jatim dari Pemkot Surabaya.
Suban mengklaim pihaknya tidak menyerobot bantuan dua unit mobil PCR seperti yang diklaim Risma. Ia merasa telah mengirimkan surat permohonan kepada Gugus Tugas Pusat terlebih dahulu. (frd/dea)