Jakarta, CNBC Indonesia – Bank-bank besar Indonesia alias bank BUKU IV sudah merilis laporan keuangan Kuartal-1 2020. Sebagian besar bank-bank BUKU IV melaporkan pertumbuhan laba yang tak terlalu memuaskan karena terdampak pandemi virus corona (covid0-19).
Namun bank-bank dengan modal inti di atas Rp 30 triliun ini berhasil bertahan dari serangan ronde pertama pandemi Covid-19? Siapakah yang menjadi juara di periode pertama ini?
Titel bank buku IV yang membukukan laba Kuartal-1 2020 yang paling besar jatuh kepada PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI). Bank dengan aset terbesar di Indonesia ini berhasil membukukan laba bersih sebesar Rp 8,16 triliun akan tetapi laba bersih ini turun tipis 0,02% dari periode yang sama tahun lalu.
Untuk juara dua posisi ini diduduki oleh sesama Bank Pelat Merah yaitu PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) yang berhasil membukukan laba bersih sebesar Rp 7,23 triliun. Laba BMRI juga turun tipis 0,01% dari periode yang sama tahun lalu.
Di posisi ketiga ada bank dengan kapitalisasi pasar terbesar di Indonesia yaitu PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) yang berhasil membukukan lebih bersih Rp 6,58 triliun berhasil naik 8,57 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
Sedangkan bank buku IV yang membukukan laba paling mini adalah PT Bank Pan Indonesia Tbk (PNBN) yang ‘hanya’ membukukan laba sebesar Rp 684 miliar anjlok 14,71% dari periode yang sama tahun lalu.
Tahun 2020 ini memang akan menjadi tahun yang berat bagi industri perbankan selain dampak pandemi corona yang tentunya akan menyebabkan naiknya kredit macet, mulai tahun 2020 ini perbankan juga diharuskan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk menerapkan standar akuntansi baru PSAK 71.
Standar yang mengacu kepada International Financial Reporting Standard (IFRS) 9 ini menggantikan PSAK sebelumnya yakni PSAK 55. Dalam PSAK baru ini, poin utamanya ialah pencadangan atas penurunan nilai aset keuangan berupa piutang, pinjaman, atau kredit.
Dengan demikian, aturan akuntansi ini mengubah metode penghitungan dan penyediaan cadangan untuk kerugian akibat pinjaman yang tak tertagih.
Dengan aturan baru ini, emiten harus menyediakan cadangan kerugian atas penurunan nilai kredit (CKPN) bagi semua kategori pinjaman, baik yang kredit lancar (performing), ragu-ragu (underperforming), maupun macet (non-performing). Kondisi ini tentu dinilai akan memberikan pencadangan yang lebih besar dari sebelumnya.
Maka dari itu maka wajar apabila di tahun 2020 para pelaku pasar pesimistis terhadap industri yang menjadi tulang punggung Indeks Harga Saham gabungan (IHSG) ini. Perlu dicatat sektor perbankan menjadi sektor yang banyak dijual bersih asing selama tahun berjalan ini dengan total jual bersih Rp 15,5 triliun.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(trp/trp)