JAKARTA, Papuanesia.id – Seorang prajurit TNI harus berani mengambil risiko untuk membela Tanah Air dengan aksi-aksi kepahlawanannya. Salah satunya ketika diperhadapkan antara hidup dan mati di medan pertempuran.
Seperti kisah Prada Pardjo anggota Kopassus yang berjuang pada awal-awal perebutan Irian Barat (kini Papua) tahun 1961-1962. Dia menyamar menjadi mayat selama lima hari di antara tumpukan jenazah rekan-rekannya yang gugur saat kontak tembak dengan tentara Belanda.
Peristiwa ini berawal ketika pasukan gabungan Kopassus bersama Pasukan Gerak Tjepat (PGT) yang kini bernama Korps Pasukan Khas (Paskhas) dipimpin Letnan Dua (Letda) Inf Agus Hernoto diterjunkan ke dalam hutan rimba Papua.
Pasukan ini mendapat tugas ke hutan belantara Papua untuk menyusup, namun mereka disergap Korps Marinir Kerajaan Belanda di wilayah Fakfak, Papua Barat.
Dengan kondisi kalah jumlah, pasukan gabungan ini pun terdesak. Pimpinan lalu menginstruksikan seluruh prajurit mundur ke dalam hutan.
Setelah situasi kembali tenang, pasukan lalu keluar dari hutan untuk kembali melakukan penyusupan. Saat itu mereka memasuki sebuah perkampungan yang telah rata dengan tanah akibat dibakar tentara Belanda. Prajurit terkejut dan Letda Agus Hernoto melihat kondisi timnya mulai menurun sehingga memutuskan untuk beristirahat di sebuah kebun pala.
Belum sempat melepas lelah, muncul serangan mendadak dari pasukan Marinir Belanda. Baku tembak terjadi dan Letda Agus tertembak di kedua kakinya. Di kemudian hari, kedua kakinya harus diamputasi karena membusuk.
Editor : Donald Karouw
Sumber: [1]