Papuanesia.id –
JAYAPURA-Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Jayapura sampai saat ini masih memproses petunjuk teknis (Juknis) terkait penerimaan siswa baru sekolah dasar (SD) dan SMP di Kota Jayapura tahun ajaran 2022/2023.
Terkait hal ini maka Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) untuk tingkat SD dan SMP di Kota Jayapura belum dibuka.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Jayapura, Debora B. Rumbino menyampaikan bahwa juknis untuk PPDB sebenarnya sudah dibuat. Namun setelah pihal Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Provinsi Papua melakukan audiens dengan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Jayapura, maka masih ada yang harus diubah dan ditambahkan.
“Sudah dibuat cuma masih ada yang harus kita tambahi lagi, karena kemarin dari Ombudsman Republik Indonesia ada audiensi dengan Dinas Pendidikan, sehingga diberikan pengarahan,” jelasnya saat dikonfirmasi Cenderawasih Pos, Selasa (21/6).
Menurut Debora, hal ini bisa memungkinkan untuk terjadi karena ada pengaduan atau keluhan dari warga. “Siapa tahu ada warga yang buat pengaduan ke Ombudsman, jadi mereka juga membantu kita untuk sosialisasi, begitu,” tandasnya.
Dikatakan, untuk PPDB tingkat SMP nantinya dilakukan secara online dan offline. “Untuk SMP kita sementara mau ada kerja sama dengan Telkomsel. Jadi belum buka pendaftaran karena pengumuman hasil juga baru kemarin,” ujarnya.
Sebelum pembukaan PPDB, Dinas Pendidikan menurut Debora juga akan memberikan pembekalan khusus untuk operator sekolah SMP negeri.
Sementara itu, Ketua Ombudsman Republik Indonesia Papua, Sabar Olif Iwanggin menyampaikan, dalam audiensi dengan Dinas Pendidikan Kota Jayapura pihaknya menekankan jangan ada pungli di lingkungan sekolah.
“Dalam juknis penerimaan siswa baru, masukan kami kepada Dinas Pendidikan adalah jangan ada pungli di sekolah. Sebab, kita ini mulai dari hal yang dasar. Anak-anak ini mereka punya memori yang bagus, jika terjadi pungli pada diri mereka maka mereka akan mengingat moment pungli yang dilakukan kepada orang tua mereka. Terlebih bagi mereka yang orang tuanya kesusahan,” tegas Olif saat dikonfirmasi Cenderawasih Pos, Selasa (21/6).
Sebagaimana kata Olif, prakteknya pernah terjadi beberapa tahun yang lalu. Dimana ada orang tua peserta didik yang menangis, menceritakan susahnya mencari uang dengan hanya berjualan pinang. Namun, ketika masuk sekolah ada pungli.
Dikatakan, pengalaman seperti ini tidak boleh ada ke depan. Sehingga anak-anak bisa belajar baik tingkat SD maupun SMP dan SMA.
“Pungli tidak boleh dilakukan di sekolah, karena mencerdaskan kehidupan dasar Undang-Undang Dasar yang semua itu tugas dan tanggung jawab kita untuk melaksanakan itu,” tegasnya.
“Maunya mereka juknis dan kita turun bersama di lapangan, sehingga ketika ada masalah langsung diselesaikan di tempat. Contohnya ada ruangan yang kosong namun dibilang sudah tidak ada ruangan. Selain itu, ada siswa yang dipungut biaya yang tidak ada dasar hukumnya,” lanjutnya.
Menurut Olif, Pemerintah Kota Jayapura sudah bersepakat dengan Ombudsman untuk turun langsung di lapangan secara bersama-sama. Sehingga ketika ada masalah langsung diselesaikan.
Ia juga mengingatkan soal juknis secara nasional jangan sampai bertentangan, “Juknis dari pusat begini namun dibawahnya pungli. Sehingga ini yang perlu dilihat, selain itu zonasi juga perlu dilihat. Tugas Ombudsman selain menerima laporan warga juga melakukan pencegahan, dan pencegahan sejak dini jauh lebih baik dalam rangka memutus mata rantai korupsi. Sehingga anak anak tidak diwariskan dengan cerita pungli di sekolah,” tambahnya. (Rhy/fia/nat)
Continue Reading
Sumber: [1]