TIMIKA | Semalam warga digegerkan dengan penangkapan buaya di area Pomako. Buaya tersebut berukuran 5 Meter yang diduga sering muncul di permukaan sungai Wania tepatnya di bawah jembatan 2.
Malang nasib buaya tersebut karena hidupnya harus berakhir karena dihujani tembakan dengan senapan angin oleh beberapa oknum warga, Kamis (17/2/2022) malam.
Marianus Maknaipeku, seorang tokoh Kamoro yang juga tinggal di Pomako menjelaskan buaya di wilayah Pomako sudah menjadi hal biasa.
“Buaya itu sebenarnya kita yang tinggal disitu lihat buaya itu bukan buaya ganas. Dia bukan buaya yang ganas dan bikin susah orang,” kata Marianus, Jumat (18/2/2022).
Menurutnya buaya tersebut sering muncul karena mencium bau amis dari ikan yang ‘mungkin’ sering dibuang oleh para nelayan.
“Dari dulu buaya tidak pernah galak, itu karena bau-bau ikan, amis dia biasa timbul, cari-cari makan,” katanya.
Masyarakat Kamoro mempercayai buaya atau dalam bahasa kamoro disebut ‘Timako’ ada dua jenis yakni laut dan ‘penunggu’.
“Buaya penunggu itu, kalau malam dia bersahabat dengan manusia, dan kalau ada masalah ada apa-apa buaya bisa kasih tau bahkan rohnya bisa masuk ke orang dan ingatkan hati-hati ada musuh atau ada orang mau datang,” jelasnya.
Buaya juga bagi mereka tidak sembarang menerkam.
“Kalau buaya yang menerkam berarti ada masalah, buaya itu adalah buaya suruhan, misalnya ada masalah antar kampung, masalah antara perempuan dan laki-laki, antar keluarga tidak baku senang, mereka kirim buaya kemudian bisa menerkam, bahkan buaya bisa naik sampai diatas rumah kalau itu buaya suruhan,” jelasnya.
Buaya sering ditangkap oleh manusia, tapi selama ini tidak pernah ia dengar buaya yang menangkap manusia secara cuma-cuma, kecuali ada buaya suruhan yang tiba-tiba menerkam manusia.
“Buaya suruhan itu ada masalah antara satu kampung dengan kampung lainnya atau antara perempuan dengan laki-laki kalau orang tua tidak setuju, dia suruh orang tangkap perempuan atau laki-laki itu,” jelasnya lagi.
Orang Kamoro juga ada marga tertentu yang bisa menjadi tuan salah satu buaya, bukan hanya buaya tapi juga jenis ikan yang besar.
“Macam buaya paling besar itu ada tuannya. Jadi kalau tadi malam ada dia punya tuan, kalau tuannya bisa menangis saja, apalagi bicara dengan adat saja, bisa ada musibah, suka atau tidak suka,” ucapnya.
Ada beberapa kejadian memang buaya menerkam orang misalnya di Ayuka, pernah juga di Tipuka, Porsite namun menurutnya itu bukan buaya sembarang, tapi buaya suruhan.
Anak-anak di Pomako juga sering mandi-mandi, namun selama ini tidak pernah diterkam oleh Buaya.
“Ada yang cerita juga selama ini anak kecil main karena arus, buaya timbul buaya dorong anak itu sampai ke darat. Buaya itu menolong anak kecil. Dia turun baik-baik kalau begitu itu buaya penunggu. Kalau galak,mungkin dia sudah terkam anak-anak yang mandi-mandi,” jelasnya.
Sebagai warga Kamoro, ia sangat menyayangkan aksi sejumlah warga yang menangkap buaya dengan cara ditembak.
“Pendapat saya kalau buaya itu ditembak kami sangat tidak setuju sekali. Kami kecewa. Karena buaya tidak buat susah orang dia tidak perlu dibunuh. Dia biasa main disitu saja, itu bukan baru sudah lama kita ketemu, malah kadang kita lihat dia muncul tangkap ikan lalu makan. Kalau kita (Kamoro) itu, di suatu desa kalau buaya dibunuh begitu saja, nanti lihat saja ada soal, atau ada masalah, jangan sampai itu terjadi,”katanya.
Menurutnya, orang Kamoro memang melekat sekali dengan alam, sehingga ia berharap warga ketika melihat buaya jangan langsung mengambil tindakan untuk membunuh.
“Buaya bagi kami orang pesisir atau daratan, buaya itu binatang biasa bukan buas. Buas itu kecuali dia terkam orang sembarang. Sebenarnya kita rasa kesal kalau kita ada semalam, kita bisa suruh untuk jangan tembak,” katanya.
“Masyarakat kalau lihat buaya begitu jangan tembak tapi panggil warga yang paham soal buaya untuk ditangani, misalnya warga asli yang bisa punya keahlian berkomunikasi dengan buaya agar bisa diingatkan. Buaya bisa bersahabat dengan manusia,” pungkasnya.
Artikel ini telah tayang di Papuanesia.id
Artike :Melekat Dengan Alam, Bagi Orang Kamoro Buaya ‘Tidak Sembarang Menerkam’
Sumber: [1]