Kabar duka datang dari Papua, di mana African Swine Fever (ASF) telah merenggut nyawa 156 ekor babi dalam rentang waktu dua bulan terakhir. Kondisi ini memaksa Pemerintah Provinsi Papua untuk mengambil langkah tegas dengan menetapkan status keadaan darurat wabah ASF. Gubernur Ridwan Rumasukun, melalui Surat Keputusan Nomor 188.4/143 Tahun 2024, memerintahkan penanganan yang intensif untuk mencegah penyebaran lebih lanjut.
ASF merupakan penyakit yang sangat menular dan mematikan bagi babi. Wabah ini telah menghantam wilayah Noloka dan Ayapo Distrik Sentani Kabupaten Jayapura. Dalam menghadapi krisis ini, pemerintah setempat mengambil serangkaian langkah strategis, termasuk larangan mobilisasi babi dan produk olahannya dari dan ke Kabupaten Jayapura serta daerah-daerah terinfeksi ASF lainnya.
Pemusnahan terbatas ternak babi yang terjangkit, surveilans kasus ASF di seluruh Papua, peningkatan sosialisasi mengenai bahaya ASF, dan peningkatan desinfeksi di peternakan babi menjadi bagian dari upaya pencegahan yang dilakukan. Selain itu, pemetaan sentra-sentra peternakan babi serta inspeksi mendadak di tempat-tempat pemotongan babi menjadi prioritas untuk memutus mata rantai penularan.
Surat keputusan ini berlaku selama enam bulan sejak 16 April 2024 dan akan dievaluasi berdasarkan perkembangan di lapangan serta hasil uji laboratorium yang berkelanjutan. Plt. Kepala Dinas Peternakan dan Perkebunan Provinsi Papua, Matheus P. Koibur, menekankan pentingnya kerjasama masyarakat dalam melaporkan kasus sakit atau kematian babi secara mendadak kepada pihak berwenang untuk segera ditangani.
ASF sendiri tidak menular pada manusia, namun sangat mudah menyebar di antara babi melalui kontak langsung dengan cairan tubuh yang terinfeksi atau sisa makanan yang belum diolah dengan benar. Upaya pencegahan yang sedang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Papua melibatkan berbagai pihak untuk mengatasi permasalahan ini, meskipun hingga saat ini belum ada vaksin atau penangkal pasti untuk ASF.
Krisis ASF bukanlah hal baru dalam dunia peternakan babi, telah menimbulkan dampak serius di banyak negara seperti di Afrika Sub-Sahara, Tiongkok, dan beberapa wilayah Eropa. Upaya global terus dilakukan untuk mengembangkan strategi mitigasi yang lebih efektif, termasuk vaksinasi dan pengobatan alternatif, demi melindungi industri peternakan babi dari ancaman African Swine Fever di masa mendatang.