Wamena (PAPUANESIA.ID) – Data sahih menjadi salah satu penentu keberhasilan pelaksanaan program. Sebaliknya, data tidak akurat bakal menjadi awal kegagalan program dalam membidik sasaran yang dituju.
Betapa pentingnya kesahihan data untuk pengambilan keputusan. Apalagi bila menyangkut kepentingan penyusunan kebijakan untuk warga luas.
Mengingat krusialnya validitas data, Pemerintah Kabupaten Jayawijaya, Provinsi Papua, sepakat mendukung Badan Pusat Statistik Wamena untuk menghilangkan status kemiskinan ekstrem di sejumlah distrik.
Langkah awal yang paling menentukan yakni melalui registrasi sosial ekonomi (regsosek) yang dilakukan Oktober 2022.
Melalui regsosek, nantinya tidak ada lagi perbedaan data jumlah warga Jayawijaya, sebagaimana yang terjadi di sejumlah dinas. Misalnya, perbedaan data warga yang dimiliki dinas sosial dengan dinas pemberdayaan warga kampung, dinas kependudukan, dinas pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, serta badan perencanaan pembangunan daerah.
Kepala Dinas Sosial Jayawijaya Nikolas Itlay di Wamena mengapresiasi BPS karena melalui regsosek pemda bisa mengukur tingkat kemiskinan warga itu seperti apa. Juga, apakah penyaluran bantuan sudah tepat sasaran? Sebab selama ini yang dipakai data lama sehingga tidak mengetahui pasti mana yang miskin mana yang tidak.
Dinas sosial, yang juga memiliki data warga Jayawijaya, sepakat memberikan data mereka ke BPS untuk disinkronkan dengan hasil regsosek. Regsosek di Jayawijaya rencananya mulai dilakukan 15 Oktober hingga 14 November 2022.
Dengan data yang akurat, penyaluran bantuan tidak tepat sasaran seperti yang pernah terjadi dalam bantuan sosial tunai (BLT), bisa dihindari. Misalnya, dalam penyaluran BLT beberapa waktu lalu, pemerintah mengakui ada warga yang tidak berhak tapi menerima, misalnya, aparatur sipil negara (ASN), TNI dan Polri, bahkan tokoh agama.
Mereka ini masuk kategori tidak berhak menerima, sebab memiliki penghasilan tetap setiap bulan dan beberapa waktu lalu pemerintah mencoret ratusan data penerima karena alasan itu.
“Dinsos juga punya data. Nanti kami dengan dinas kependudukan, BPMK, Bappeda, dan BPS akan sinkronkan data supaya ke depan, basis datanya semua sama. Jadi tidak ada perbedaan data,” kata Nikolas.
Digunakan tahun 2023
Pemerintah Pusat meluncurkan regsosek sebagai bagian dari upaya awal meniadakan status kemiskinan ekstrem. Hasil regsosek ditargetkan rampung pada 2022 sehingga bisa mulai digunakan pada 2023 dalam setiap program pemerintah, termasuk dalam penyaluran bantuan.
Pemerintah menginginkan tahun 2024 sudah tidak ada lagi warga yang masuk kategori miskin ekstrem, seperti yang terjadi di delapan distrik di Jayawijaya.
“Tujuan regsosek adalah memperbarui basis data terpadu. Selama ini ada data banyak di kementerian, dinas sosial, BKKBN, dan yang lain-lain. Maka Presiden menginstruksikan pada tahun 2022 ini melaksanakan pendataan untuk mendekatkan karakteristik penduduk, mulai dari sosial, ekonomi penduduk, rumahnya, dan lain-lain,” kata Kepala BPS Wamena Jianto.
Data yang dihasilkan nantinya menjadi panduan langkah pemerintah untuk menyusun strategi yang mampu mengangkat warganya, khususnya mereka yang berada di tingkat kemiskinan terbawah atau kemiskinan ekstrem.
BPS sudah merekrut petugas lebih dari 269 orang untuk kegiatan tersebut. Ratusan orang ini akan menjangkau warga 40 distrik di Jayawijaya dalam jangka waktu satu bulan lebih.
Petugas BPS itu nantinya dilatih terlebih dahulu agar mampu mendapatkan informasi akurat tentang seluruh keluarga yang miskin dan kaya. Ini merupakan sensus, bukan dalam bentuk mengambil sampel-sampel sehingga semua keluarga didatangi.
Sulitnya kondisi geografis serta minimnya akses transportasi ke permukiman warga di wilayah Jayawijaya menjadi tantangan dalam menjangkau warga di 328 kampung. Namun BPS optimistis bisa menyentuh mereka.
Kendala lain yang terkadang menghambat dalam pendataan justru kurang terbukanya warga terhadap petugas sensus.
Persoalan itu merupakan ekses dari data warga yang selama ini tidak valid sehingga penyaluran bantuan pemerintah tidak merata dan menimbulkan kecemburuan sosial.
Akibatnya, terkadang petugas harus melakukan pendekatan dengan tokoh-tokoh agama maupun tokoh warga agar bisa memperoleh data warga di tempat tokoh-tokoh itu berada.
“Itu (warga kurang terbuka) efek, dari misalnya, penyaluran bantuan karena ada yang dapat, ada yang tidak sehingga tidak boleh didata. Pikiran mereka, percuma didata tetapi tidak dapat bantuan. Padahal itu kan bukan tugas BPS dalam hal penyaluran bantuan,” katanya.
Hambatan lain yang hingga kini masih terasa dalam pendataan maupun program pemerintah lainnya adalah dukungan jaringan internet. Pendataan ini bisa berbasis daring namun sistem itu hanya berlaku di pusat ibu kota sebab sebagian besar distrik tidak memiliki layanan internet, bahkan untuk telepon genggam.
“Kalau di sini terkendala jaringan internet, bahkan telepon saja belum bisa. Yang bisa itu di dalam kota saja, sebab kalau sudah ke wilayah pinggiran itu kita sulit, makanya kami inventarisasi dan laporkan,” katanya.
BPS sudah melakukan pertemuan dengan dinas-dinas pemegang data warga, misalnya, dinas sosial, badan perencanaan dan pembangunan daerah, dinas pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, serta dinas kependudukan dan pencatatan sipil.
Melalui koordinasi tersebut, BPS mengharapkan dinas-dinas mau memberikan dukungan data mereka untuk dicocokkan dengan hasil survei yang tidak lama lagi dilakukan.
BPS dan pemkab sepakat untuk mendapatkan data yang tepat dan akurat. Adapun syaratnya berdasarkan kesepakatan bersama.
“Penduduk yang di luar kampung, benar-benar disampaikan. Yang terpenting warga di kampung itu terdata dahulu supaya tidak terjadi problem, kecemburuan, dan sebagainya,” kata Jianto.
Kepala-kepala distrik di Jayawijaya dilibatkan untuk menyosialisasikan kepada masyarakatnya terkait niat pemerintah dalam melakukan regsosek.
Sementara untuk dinas, misalnya, dukcapil, nanti akan dikomunikasikan tentang data induk hasil dari lapangan. Setelah ada nomor induk, kartu keluarga terus dicocokkan. Ke depan nantinya seperti itu.
BPS menegaskan bahwa pendataan yang menjadi perintah Pemerintah Pusat ini bukan bagian dari persiapan penyambutan pesta politik pada tahun 2024.
Regsosek ini tidak ada hubungannya dengan data pemilu. BPS menegaskan benar-benar tidak ada hubungan dengan politik.
Kepala Distrik Koragi di Jayawijaya, Karel Gombo, mengakui telah bertemu BPS untuk membahas rencana pendataan itu dan mendukungnya, sebab selama ini akibat data yang kurang baik, menyebabkan penyaluran bantuan sosial dari pemerintah tidak berjalan mulus.
Tidak lengkapnya data, yang didukung dengan jarak permukiman warga dengan pemerintahan distrik serta kepolisian, membuat pengawasan terhadap penyaluran sangat minim dan oknum-oknum penyalur mengambil kesempatan itu dengan memangkas hak yang seharusnya diterima utuh oleh setiap keluarga.
Penyaluran ada yang sudah sesuai tetapi itu kebijakan kepala kampung dengan tenaga kesejahteraan sosial kecamatan. Bagi setiap orang itu mungkin sesuai dengan apa yang ada, peruntukan untuk mereka Rp600.000 tetapi dipotong lagi Rp200.000.
Karel berharap dengan data yang benar persoalan-persoalan seperti yang pernah terjadi ini tidak terulang. Selain dirinya, pimpinan 40 distrik juga mendukung regsosek .
Dukungan tersebut menunjukkan kesadaran pimpin distrik atas pentingnya data yang valid agar kebijakan pemerintah tidak lagi salah sasaran. ***3***
Berita ini telah tayang di Papuanesia.id.com dengan judul: Menghapus kemiskinan di Jayawijaya dengan dukungan data akurat
Sumber: [1]