Di Kampung Asei, Papua, tradisi melukis pada kulit kayu telah diwariskan dari generasi ke generasi. Ini bukan hanya sekedar kerajinan tangan, melainkan cerminan kehidupan masyarakat Asei yang kaya makna dan sejarah. Lukisan-lukisan ini awalnya berfungsi sebagai simbol dan peringatan penting bagi kehidupan kampung. Misalnya, lukisan ikan yang melambangkan sumber pangan utama, motif karang yang melambangkan tempat perlindungan leluhur atau gambar tombak dan kail yang menandakan mata pencaharian utama mereka sebagai nelayan.
Namun, dengan perubahan zaman, tradisi ini telah berevolusi menjadi kesenian yang bernilai tinggi. Kini, hampir setiap pria di Asei bisa melukis pada kulit kayu. Motifnya pun semakin beragam, menyesuaikan dengan perkembangan zaman, namun tetap mempertahankan kualitas dan nilai autentik yang menjadi ciri khas mereka.
Masyarakat Asei melukis menggunakan warna-warna alami. Warna merah diambil dari sari buah merah, hitam dari arang dan putih dari kapur, mirip dengan yang digunakan untuk mengunyah pinang. Warna-warna ini merupakan bagian penting dari keaslian yang dipertahankan. Meski begitu, untuk meningkatkan produktivitas dan memenuhi permintaan yang terus meningkat, mereka kini juga menggunakan bahan-bahan modern seperti cat penghitam rambut untuk warna hitam dan pewarna pakaian untuk warna merah.
Keunikan lain dari lukisan kulit kayu Asei adalah alat yang digunakan untuk melukis, yaitu batang tunas kelapa muda. Alat ini diambil dari pohon kelapa yang banyak tumbuh di Pulau Asei. Menurut masyarakat setempat, penggunaan batang tunas kelapa ini memberikan guratan khas pada lukisan mereka. Ini juga menjadi cara mereka membedakan lukisan asli dengan tiruan.
Proses pembuatan lukisan ini dimulai dengan pengambilan kulit kayu dari pohon khombouw yang banyak ditemukan di sekitar Pulau Asei. Kulit kayu tersebut kemudian dikupas, dijemur, dan dibiarkan kering sebelum siap untuk dilukis.
Kini, lukisan kulit kayu khas Asei sudah dikenal hingga ke mancanegara. Pesanan datang dari berbagai penjuru, baik dari dalam maupun luar negeri. Harga lukisan ini bervariasi, mulai dari Rp 5.000 hingga Rp 500.000, tergantung pada ukuran dan detailnya. Dari yang tadinya hanya untuk konsumsi pribadi, lukisan kulit kayu kini menjadi sumber penghasilan yang signifikan bagi masyarakat Asei.
Lukisan kulit kayu ini tidak hanya melambangkan kreativitas dan keterampilan masyarakat Asei, tetapi juga cara mereka mempertahankan dan mengenalkan budaya mereka kepada dunia. Tradisi yang awalnya sederhana ini kini telah berkembang menjadi kesenian yang diakui dan dihargai banyak orang.