Sabtu, 13 Juni 2020 – 14:44 WIB
Bendera PPP. Foto: RMOL
jpnn.com, JAKARTA – Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengungkap kekhawatiran terhadap Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) sebagai persetujuan atas pengkhianatan PKI, serta upaya membangkitkan kembali gerakan partai terlarang itu.
Kekhawatiran itu muncul karena RUU HIP tidak mencantumkam TAP MPRS Nomor 25/MPRS/1966 Tahun 1966 tentang Pembubaran PKI, pernyataan sebagai pertai terlarang di seluruh wilayah NKRI bagi PKI dan larangan setiap kegiatan untuk menyebarkan atau mengembangkan paham atau ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme.
Fraksi Partai Persatuan Pembangunan FPPP) DPR RI mengaku sejalan dengan sikap MUI bahwa TAP MPRS XXV/1966 harus menjadi konsideran dalam rumusan RUU HIP atau setidaknya menjadi spirit dalam penyusunan RUU.
“Sikap tersebut sudah disampaikan secara tesmi pada rapat pleno Baleg 22 April 2020,” ucap Sekretaris Fraksi PPP DPR Achmad Baidowi, Sabtu (13/6).
Atas dinamika yang berkembang dalam rapat pleno tersebut, kata Baidowi, disepakati semua masukan, tanggapan dan pendapat yang berkembang dimasukkan dalam rumusan RUU HIP.
Selain ini, kata politikus yang beken disapa dengan panggilan Awiek ini, Fraksi PPP juga meminta sejarah perjalanan rumusan Pancasila harus dilihat sebagai satu kesatuan proses mulai 1 Juni 1945 (pidato Bung Karno), 22 Juni 1945 (Piagam Jakarta), hingga 18 Agustus 1945 (naskah final).
“Satu kesatuan proses tersebut perlu menjadi semangat dari RUU HIP agar mampu menghasilkan produk legislasi yang komprehensif,” tegas wakil ketua Baleg DPR ini.
Saat disinggung bagaimana sikap PPP merespons penilaian MUI bahwa RUU HIP mendegradasi Pancasila, serta khawatir menjadi celah kebangkitan PKI? Legislator asal Madura ini menepis kekhawatiran itu.