Jayapura (PAPUANESIA.ID) – Merayakan dan menjalani minggu paskah (mulai dari pra-paskah hingga minggu-minggu sesudah paskah) adalah momentum yang sangat tepat bagi umat kristiani untuk berkontemplasi mencari makna kehidupan yang sejati dalam perenungan panjang, doa dan meditasi. Bahan utama dalam kekristenan yang otentik adalah “waktu”. Bukan waktu sisa, bukan waktu yang terbuang sia-sia, tetapi waktu atau kesempatan yang tepat dan berkualitas untuk mengalami dan menyelami serta merasakan kehangatan cinta kasih orang lain di sekitar kita.
Dalam iman kristen waktu berkualitas tersebut disediakan dan tersedia sepanjang 100 hari per tahun dalam momentum Pra-Paskah hingga post-Pentacostal (tujuh pekan sebelum perayaan paskah sampai minggu sesudah pentakosta). Inilah saat terindah untuk berkontemplasi, meditasi dan refleksi mencari makna kehidupan sejati tanpa tergesa-gesa dan tanpa gangguan.
Paskah merupakan momentum penting dimana setiap pribadi melakukan dan mengalami proses perubahan hidup yaitu mengevaluasi pola kehidupan setahun silam, memperbaiki pemahaman terhadap diri dan sesama manusia serta lingkungan alam sekitar, mengalami kasih dan pengampunan dari Allah, menetapkan komitmen-komitmen baru serta rencana kehidupan di masa depan secara lebih konsisten dan sesuai dengan nilai-nilai kasih dan pengampunan dari Tuhan Allah Yang Maha Kuasa, yaitu komitmen dan rencana untuk hidup berpadanan dengan Kasih Kristus sebagaimana tersurat dalam I Korintus pasal 13 (khususnya pada ayat 4 sampai ayat 13).
Terlepas dari khotbah-khotbah dan ritus-ritus seremonial yang beraneka ragam dalam gereja dan persekutuan ibadah, perenungan panjang disertai penghayatan terhadap makna kehidupan (berkontemplasi) sangat penting dalam menata kehidupan pribadi, dan secara bertahap kehidupan keluarga dan warga menuju peri kehidupan yang beradab dan bermartabat dalam kesatuan sebagai warga bangsa yang berbhineka. Kehidupan beradab dan bermartabat yang dimaksud adalah suatu pola kehidupan yang bertumpu pada nilai-nilai moral dan etika serta estetika.
Perenungan panjang akan nilai-nilai tersebut diatas sangat diperlukan dalam membangun peri kehidupan yang beradab. Tanpa perenungan terhadap pola laku dan pola tindak yang berbasis nilai moral, etika dan estetika, orang akan lepas kendali dan terjerembab dalam kenistaan, perbuatan melawan hukum dan ketetapan bersama yang pada gilirannya akan menjurus pada kebinasaan.
Umat kristiani senantiasa dituntut hidup sebagai “pribadi utama dan istimewa” (primus inter pares) di tengah suasana kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Proses perenungan yang panjang perlu dilakukan untuk memberikan bobot terhadap kehidupan pribadi agar menjadi pribadi yang utama dan istimewa seperti yang tertulis dalam kitab suci dengan analogi “menjadi garam dan terang dunia”.
Minggu perayaan yang panjang selama 100 hari (49 hari pra-paskah, Jumat agung, kebangkitan Kristus ditambah 50 hari sesudah kebangkitan atau lebih dikenal hari Pentakosta) sesungguhnya adalah waktu yang dimaknai sebagai masa–masa di mana umat kristiani melakukan perbaikan dan penguatan hubungan antara Tuhan dengan manusia, perbaikan hubungan dengan sesama manusia, serta penguatan hubungan manusia dengan alam sekitarnya.
Perbaikan dan penguatan hubungan antar sesama manusia, antara manusia dengan Tuhan, serta antara manusia dan alam sekitarnya menjadi jalan untuk melepaskan diri dari realitas hidup yang cenderung menjauhkan atau menyamarkan kemuliaan Tuhan dalam kehidupan manusia. Pada sisi lain, perbaikan dan penguatan hubungan antara manusia dengan Tuhan serta alam sekitarnya dapat dipandang sebagai jalan atau cara memperkuat dan mengkokohkan solidaritas yang kharitas.
Tidak dapat disangkal bahwa seringkali gereja dan umatnya terbang melayang dalam eforia perayaan yang sakral tanpa sadar. Eforia perayaan yang membahana sekeras mungkin sehingga kita tidak mampu mendengar dan melihat betapa dunia dimana kita berada sedang ada dalam berbagai hakekat gangguan, hambatan, halangan, tantangan bahkan ancaman yang muncul akibat perilaku manusia maupun alam sekitarnya.
Berbagai realitas yang buruk dan keji tampak dalam bentuk aksi penistaan, fitnah, iri hati, kebencian dan dendam sedang merajalela dalam hubungan antar manusia, suku, ras, agama, dan kelompok warga baik secara horizontal maupun secara vertikal dengan pemerintah. Berbagai realitas kehidupan yang dikemas dalam keburukan komunikasi dan kecenderungan serta pretensi-pretensi untuk saling mengungguli (kalau tidak hendak disebut sebagai saling membantai satu sama lain), dibumbui oleh cacian, makian antara sesama warga bangsa, sesama umat atau warga warga cenderung menisbihkan penghormatan, penghargaan, keadilan, perdamian dan integritas antar sesama ciptaan atas nama Agama, Hak Asasi Manusia, keadilan dan berbagai intrik politik lainya.
Merayakan dan menjalani minggu paskah, bukan sekedar merayakan atau menyelengarakan perayaan-perayaan gerejawi dengan ritus-ritus dan seremoni-seremoni yang panjang dan syahdu saja. Merayakan dan menjalani minggu paskah adalah saat terindah untuk memeriksa suasana batin dan membersihkannya dari semua beban perasaan dan pikiran-pikiran yang tidak mengandung berkat, kemudian mengisi kembali batin dan menyalakan nurani kemanusiaan yang suci, mulia, adil dan beradab sebagimana diperlihatkan oleh Kristus ketika Ia berdoa “Ya Bapa, ampunilah mereka, karena mereka tidak tahu apa yang mereka lakukan (Lukas 23:34).
Bukankah Tuhan mengajar kita untuk hidup kudus sebagai warga kerajaan Surgawi yang senantiasa mengamalkan nilai-nilai surgawi yaitu Kasih, Kebenaran, Keadilan, Damai, sejahtera dan suka cita oleh Roh Kudus (Roma 14 ; 17). Kehidupan beradab dan bermartabat dimana setiap orang mengamalkan dan menjunjung sikap penghargaan, penghormatan, kesamaan derajat dan saling mengutamakan serta toleransi berdasarkan kasih. Dengan kata lain, hidup kudus adalah kehidupan dalam keseimbangan antara sesama dan keseimbangan dengan alam sekitar (bandingkan Matius 25 : 40).
Memperingati dan merayakan Sengsara dan Penyaliban Yesus Kristus sebagai puncak dari iman Kristiani dimana setiap pribadi kristen menghayati arti dan makna kasih pengampunan dan Ketaatan sebagai ciri kehidupan baru dalam Kristus. Pengampunan adalah sebuah tindak etis untuk merangkul kembali sesama yang terdepak dan terpinggirkan dari kehidupan kita oleh berbagai alasan dan sebab; serta membalut semua luka batin, mencabut akar kepahitan dan melepaskan pengampunan tanpa syarat.
Sedangkan ketaatan adalah kehidupan dalam irama hidup yang serasih dan sepadan, seimbang adil dan bijaksana sesuai ajaran Krisus yesus Tuhan kita (Titus 2:12). Itulah sebabnya puncak penyaliban didahului oleh tujuh minggu perenungan dan puasa batiniah.
Kebangkitan Kristus adalah puncak dari pembaharuan hidup dan komitmen baru untuk hidup di dalam Kristus dengan berpedoman pada pengejawatahan nilai kasih kristus yang membebaskan kita dan mempersatukan kita dengan sesama kita.
Menghayati dan memaknai proses perayaan peribadatan dalam minggu –minggu Sengsara Yesus Kristus, perayaan kematian dan kebangkitan kristus sebagaimana tersampaikan diatas, maka saya menyampaikan beberapa pendapat dan pandangan sebagai berikut:
Pertama, Orang kristen adalah pribadi yang istimewa yang dipilih dan dikuduskan menjadi suatu bangsa dengan imamat kerajaan Allah untuk menatalayani bumi dan segenap isinya menjadi, sebuah “oikos” Rumah tempat perteduhan bersama yang serasi dan selaras, seimbang (harmoni), mulia sebagaimana gambaran surgawi, tempat di mana kehendak Tuhan terwujud, “jadilah kehendakmu di bumi seperti di surga” ( Matius 6:10 ).
Kedua, Orang Kristen yang merayakan Paskah 2022 pasti dan tentu mengalami perubahan paradigma dalam mengimplementasikan imannya, dari pribadi yang berserah diri pada Tuhan, menjadi pribadi yang turut bersama Tuhan (sekutu dalam Tuhan) dalam mewujudkan Hukum Kasih, kebenaran, keadilan, perdamaian, membangun kesejahteraan, menggelorakan kesukacitaan di tengah-tengah dunia yang sedang bergelora dengan bekerja keras dan berdoa agar semuanya menjadi nyata (Yohanes 17 : 15 – 22).
Ketiga, Orang Kristen yang merayakan paskah 2022, menjadi pribadi yang diperbaharui untuk memperbaharui, untuk membebaskan sesama dari semua bentuk intimidasi dan provokasi si jahat yang merajalela, yang memanipulasi kemulian Tuhan Allah dalam bayangan fatamorgana kemerdekaan politik, fatamorgana gerakan zaman baru, fatamorgana transformasi bebas nilai sehingga memasung dan menyeret manusia ke dalam belenggu roh-roh kesesatan (kuasa penyesatan), yang seakan mulia tetapi sejatinya menyeret manusia masuk ke dalam jurang kenistaan.
Keempat, Perayaan paskah adalah prasyarat hidup dalam kemuliaan Allah sebagai ahli waris kerajaan surga dengan jalan mempromosikan nilai-nilai kemuliaan ilahi agar dunia terus menerus diperbaharui sebagai tempat dimana nama Tuhan disembah dan dipermuliakan, agar dunia dalam roh persekutuan dan persaudaraan sebagai orang yang menerima pengampunan, diperbaharui, diperkokoh menjadi mezbah persembahan yang kudus bagi Tuhan Allah semesta alam.
Perenungan panjang selama 100 hari dalam pekan Paskah Tahun 2022 kiranya memberikan kekuatan bagi seluruh umat kristen untuk bangkit dari keterpurukan akibat pandemi COVID-19 dengan semua variannya, membangun semangat perjuangan dan kemajuan untuk memperbaharui kehidupan bersama, diampuni untuk mengampuni dan dibebaskan untuk membebaskan sesama manusia dari kutuk dosa, kematian dan kebinasaan kekal. Selamat Paskah.
Ditulis oleh Pendeta Freddy H. Toam, M.Si
Sumber: [1]