Papuanesia.id –
Timika, 08/3 (ANTARA) – Kepolisian Resor Mimika memastikan tidak ada aksi demonstrasi maupun aktivitas menonjol lainnya yang dilakukan oleh massa yang hendak menolak wacana pemekaran sejumlah provinsi baru di Papua, sebagaimana terjadi di Jayapura, Selasa siang.
Kabag Ops Polres Mimika, Komisaris Polisi Dionisius VD Paron Helan, di Timika, Selasa, mengatakan, sejak pagi hingga petang situasi keamanan di Timika dan sekitarnya terpantau aman terkendali dan aktivitas warga di wilayah itu berlangsung normal.
“Timika aman-aman saja. Situasi aman terkendali, tidak ada hal-hal menonjol seperti orang berkumpul untuk melakukan aksi demonstrasi dan lain-lain,” ujar dia.
Ia berharap warga Mimika, terutama di Timika tidak termakan isu hoax yang sengaja disebarkan oleh pihak-pihak tertentu yang bertujuan untuk menciptakan situasi yang tidak kondusif di tengah warga.
“Warga Timika itu pada dasarnya ingin hidup tertib, tidak mau membuat gaduh. Mereka hanya mau mencari penghidupan yang lebih baik dengan bekerja, tidak mau ikut-ikutan terlibat demonstrasi dan lain-lain,” kata dia.
Wacana pembentukan sejumlah provinsi baru di Papua seperti Papua Selatan, Papua Tengah, Pegunungan Tengah, dan Saireri, mendapat penolakan dari sejumlah kelompok mahasiswa di Jayapura dengan menggelar aksi unjuk rasa di Selasa siang.
Pandangan berbeda justru dikemukakan tokoh senior Papua, Michael Manufandu, yang menyatakan sangat mendukung gagasan pemerintah untuk segera memekarkan Provinsi Papua menjadi lima provinsi baru, dimana RUU pembentukan provinsi baru tersebut kini sedang dibahas oleh Badan Legislasi DPR.
“Tentu kita sangat mendukung itu agar pemerintah bisa memberikan pelayanan yang cepat, pelayanan yang dekat dan pelayanan yang tepat kepada masyarakatnya,” kata Manufandu saat dihubungi Antara dari Timika beberapa waktu lalu.
Mengacu pada RUU yang tengah dibahas Baleg DPR, Provinsi Papua rencananya akan dimekarkan menjadi lima provinsi dengan tambahan empat calon provinsi baru yaitu Papua Selatan dengan ibu kota Merauke, Pegunungan Tengah dengan ibu kota Wamena, Papua Tengah dengan ibu kota Timika dan Saireri dengan ibu kota Biak.
Pembentukan empat calon provinsi baru tersebut, katanya, dengan mempertimbangkan batasan wilayah adat.
Manufandu yang hingga kini masih dipercayakan menjadi penasihat pemerintah untuk urusan Papua menyebut dengan semakin kecilnya jangkauan wilayah satu provinsi di Papua maka akan semakin memudahkan bagi gubernur dan para pejabat terkait untuk mengurus rakyatnya, ketimbang kondisi sekarang ini dimana 29 kabupaten/kota dipimpin oleh satu gubernur yang berkedudukan di Jayapura.
“Kalau sudah ada provinsi masing-masing maka gubernur akan lebih berkonsentrasi mengurus rakyat di wilayahnya. Sebagai contoh Pegunungan Tengah itu masih banyak rakyatnya yang belum dilihat baik oleh para bupati. Kalau sudah ada gubernur di situ maka tugas gubernur untuk mengorganisir seluruh bupati dan perangkat peemrintah di daerahnya untuk lebih memperhatikan rakyat,” jelas mantan pamong praja yang pernah menjabat Wali Kota Administrasi Jayapura itu.
Ia menambahkan, UU Nomor 2/2021 tentang Otonomi Khusus Papua hasil revisi terhadap UU Nomor 21/2001 memberikan kewenangan penuh kepada pemerintah untuk melakukan pembentukan provinsi baru di Tanah Papua untuk tujuan kepentingan yang jauh lebih besar yaitu untuk tujuan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat Papua.
Manufandu berharap semua pihak dapat menyambut baik kebijakan pemerintah itu.
“Jangan kita selalu mempertentangkan semua kebijakan yang pemerintah ambil karena tentu kebijakan yang dibuat itu punya maksud baik untuk kepentingan warga yang kita layani. Kalau ada kekurangan, mari kita lengkapi. TIdak ada maksud mengadu domba orang Papua dibalik itu semua,” tutur Manufandu yang juga ikut terlibat aktif dalam pembahasan RUU Pembentukan sejumlah provinsi baru di Papua itu.
Dia mencontohkan betapa sulitnya membangun Papua yang begitu luas dengan medan geografis yang bergunung-gunung terjal, hutan belantara, rawa-rawa dengan karakteristik adat-istiadat dan budaya yang berbeda-beda satu daerah dengan daerah lainnya.
“Saya ambil contoh untuk Papua Selatan yang wilayahnya sangat berat karena penuh dengan rawa-rawa, sungai yang lebar-lebar, hutan belantara yang luas. Di sana diperlukan kehadiran pemerintah yang fokus mengurus warga setempat. Kalau menunggu perhatian dari Pemerintah Provinsi Papua di Jayapura tentu sulit karena jangkauannya terlalu luas, apalagi kalau pejabatnya kurang maksimal dalam melakukan pelayanan,” tutur Manufandu.
Continue Reading
Sumber: [1]