Ledakan bintang katai putih menghasilkan Lithium dan berilium di alam.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Sebuah penelitian baru menunjukkan dari mana Lithium di Bumi berasal. Lithium mungkin berasal dari sejenis ledakan bintang yang disebut nova klasik.
Fenomena Big Bang menghasilkan hidrogen, helium, dan lithium kecil di Alam Semesta. Lithium (Li) adalah unsur dengan nomor atom tiga dalam tabel periodik kimia dengan berat atom 6,94.
Jumlah Lithium di alam semesta tidak banyak karena ketidakstabilan relatif nuklirnya. Sifat ini menjadi anomali bahwa semakin ringan beratnya, semakin banyak kelimpahannya di alam. Dengan berat yang ringan, seharusnya Lithium melimpah di alam. Namun, kelimpahan Lithium lebih sedikit dibandingkan unsur-unsur lainnya di alam seperti Besi, nikel atau magnesium (yang memiliki bobot lebih berat).
Dilansir Universe Today, studi baru menunjukkan bahwa nova klasik telah menghasilkan sebagian besar lithium di Tata Surya kita dan Bima Sakti. Penelitian ini berjudul Novae Karbon-Oksigen Klasik Produsen 7Li Galactic serta Potensi Supernova Ia Progenitor.
“Mengingat pentingnya lithium untuk penggunaan umum seperti kaca dan keramik tahan panas, baterai lithium dan baterai lithium-ion, senang mengetahui dari mana unsur ini berasal,” ujar penulis utama penelitian, seorang profesor dari School of Earth and Space Exploration, Sumner Starrfield.
Tim peneliti melihat apa yang dikenal sebagai nova klasik (CN). Dalam CN, white dwarf atau bintang katai putih berada dalam pasangan biner dengan bintang yang lebih besar.
White dwarf (WD) adalah sisa-sisa bintang yang hanya bersinar dengam cahaya energi termal yang tersimpan. WD biasanya memiliki massa yang sama dengan Matahari kita, tetapi volumenya mirip dengan Bumi.
Gaya gravitasi WD yang sangat besar menarik material dari bintang pendampingnya. Karena bahan itu menumpuk di permukaan WD, bahan itu juga bercampur dengan bahan dari WD itu sendiri, membentuk selimut eksplosif yang bagus dari sebagian besar hidrogen. Akhirnya ini menyebabkan reaksi termonuklir (TNR).
Tetapi tidak seperti supernova “biasa”, nova klasik tidak menghancurkan WD maupun bintang pendamping. Para astronom mengatakan ada sekitar 50 dari nova klasik di Bima Sakti setiap tahun.
Tim memodelkan WD dari massa yang berbeda, dan mereka mengubah rasio bahan WD ke bahan pendamping bintang. Dari sinilah Li dan unsur Berilium (Be) masuk.
Starrfield mengatakan kemampuan peneliti untuk memodelkan di mana bintang-bintang mendapatkan energi tergantung pada pemahaman fusi nuklir, di mana inti cahaya menyatu dengan inti lebih berat dan melepaskan energi.
“Kami perlu tahu di bawah kondisi bintang apa kita dapat mengharapkan inti untuk berinteraksi dan apa produk dari interaksi mereka,” jelas Starrfield.
Pemodelan tim menunjukkan bahwa nova klasik ini dapat menghasilkan sejumlah besar Be7 (dibaca: Berilium dengan nomor isotop 7) dalam gas yang dikeluarkan. Be7 memiliki waktu paruh pendek yakni hanya sekitar 53 hari. Kemudian meluruh menjadi Li7. Li memiliki 2 isotop yakni Li7 dan Li6. Menurut penelitian ini, sebagian besar lithium di Tata Surya kita dan Bima Sakti berasal dari nova klasik kuno.
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Persepektif Republika.co.id, Klik di Sini