Papuanesia.id –
Massa aksi yang melakukan orasi penolakan DOB dan Otsus di gapura kampus Uncen Waena saat dibubarkan paksa aparat keamanan, Kamis (14/7). (Noel/Cepos)
*Demo PRP di Kampus Uncen Waena Dibubarkan Paksa Aparat
JAYAPURA-Protes terhadap daerah otonom baru dan penolakan otonomi khusus yang dilakukan sekelompok warga yang mengatasnamakan Petisi Rakyat Papua (PRP) akhirnya dilakukan, Kamis (14/7).
Massa yang sebelumnya diwanti-wanti tidak melakukan kumpul – kumpul justru merubah strategi.
Para pendemo datang ke DPRP dengan cara tidak bergerombol melainkan satu persatu. Ada yang menggunakan mobil dan ada yang menggunakan motor. Polisi yang berjaga sedari pagi juga tidak menemukan adanya penumpukan massa namun tiba-tiba sudah ada yang masuk ke gedung DPRP.
Kelompok pertama yang masuk dari USTJ Padang Bulan. Kemudian disusul kelompok dari Perumnas III Waena dan Abepura. Ini sempat membuat pihak keamanan kesal karena sejak awal niatan untuk sampai ke DPRP ini siap difasilitasi oleh Polresta Jayapura Kota dengan menyiapkan kendaraan namun nyatanya tidak dimanfaatkan dan justru muncul satu persatu.
Alhasil hanya sekira 20-an pendemo yang berhasil masuk ke dalam halaman kantor DPRP dan sisanya tertahan di luar pagar kantor DPRP.
Polisi tegas tidak mengizinkan yang lain masuk karena dianggap tidak terang-terangan dalam melakukan aksi.
Bahkan setelah dipertemukan dengan beberapa anggota DPRP, sempat ada kesepakatan bahwa pendemo yang di luar pagar akan diberi kesempatan masuk kemudian menyampaikan aspirasi dengan waktu 15 menit. Namun ini juga ditolak oleh pihak keamanan.
Kapolresta, Kombes Pol Dr. Victor Dean Mackbon, SH., SIK., MH., M.Si., kekeuh tidak membiarkan massa bergabung di halaman DPRP. “Kami sudah sampaikan jauh-jauh hari bahwa kami siap memfasilitasi dengan kendaraan. Ada 200 orang juga kami siap antar masuk tapi ini tidak dihargai dan memilih untuk melakukan kucing-kucingan, datang dengan menetes dan tiba – tiba sudah muncul di DPRP. Itu demo seperti apa yang diam-diam seperti ini,” sindir Kapolresta Victor Mackbon di sela-sela aksi, Kamis (14/7).
Sementara Jubir PRP, Jefri Wenda dan Emanuel Gobay yang bernego akhirnya ikut kena semprot. Kapolresta tegas menyatakan massa yang di luar tidak diperbolehkan masuk. “Kami heran mengapa harus seperti ini. Kenapa harus sembunyi-sembunyi seperti ada ketakutan dengan kami. Kalau menerima tawaran kami kan lebih baik, bisa memasukkan 200 orang tapi karena buat keputusan sendiri ya kami juga tidak mau ditawar lagi,” tegas Mackbon.
Setelah hampir satu jam bernego akhirnya disepakati bahwa kelompok kecil yang ada di halaman kantor DPRP inilah yang mendatangi pintu masuk DPRP untuk bergabung dengan massa di luar pagar untuk kemudian menyampaikan aspirasi.
“Prinsipnya kami memfasilitasi, menghormati hak asasi seseorang dan sama-sama bergerak humanis dan penting untuk saling memahami. Sebenarnya sudah beberapa kali kami berupaya mengakomodir dan memfasiitasi apa yang menjadi kepentingan dengan menghormati etika dan aturan di UU Nomor 9 tahun 1999 tapi tadi kok seperti kucing – kucingan,” beber Kapolresta.
Harusnya kata Mackbon, jangan menjadikan polisi sebagai lawan karena semua bisa dicarikan solusinya. “Meski demikian kami tetap sampaikan ke anggota lain untuk tetap bertindak humanis selama kepentingan orang lain tidak terganggu. Kuncinya ada dikomunikasi dan kalau bisa saling mengerti saya pikir tidak ada masalah,” imbuhnya.
Sementara Jefri Wenda membacakan pernyataan sikap dengan memberikan pendapat bahwa pengesahan RUU DOB tidak melibatkan warga Papua, MRP maupun DPRP sehingga menimbulkan banyak aksi protes.
DOB hanya untuk mempertahankan kekuasaan di Papua dengan DOB juga akan semakin memarginalkan warga asli apalagi saat ini SDM orang Papua masih jauh tertinggal. Pemekaran juga akan menambah markas militer di Papua. “Pemekaran DOB hanya menguntungkan pemodal dan Otsus tidak akan menyelesaikan persoalan Papua. Lalu perlawanan tidak akan berhenti meski ada DOB dan Otsus,” jelas Jefri didampingi koordinator umum, Yohanis Giay.
Iapun menyampaikan bahwa warga meminta untuk mencabut Otsus Jilid II, hentikan pemekaran, elit Papua stop mengatasnamakan rakyat untuk kekuasaan, kemudian membuka akses jurnalis di Papua dan tarik militer organik dan non organik.
Poin lainnya adalah hentikan membunuh warga Papua, hentikan segala bentuk diskriminasi terhadap orang Papua, hentikan perampasan warga adat dan kriminalisasi, hentikan kriminalisasi, tutup bandara antariksa di Biak, bebaskan tapol di Papua, tolak blok Wabu dan perusahaan nasional. Kemudian usut pelaku penembakan di Intan Jaya, tangkap adili jenderal pelanggar HAM, hentikan rasisme, hentikan operasi militer di Nduga, Puncak, Intan Jaya, Pegunungan Bintang, Maybrat. Kemudian mendesak Indonesia untuk memberi akses komisi HAM PBB, jaminan kebebasan informasi dan berpendapat di Papua serta memberikan hak penentuan nasib sendiri.
Menariknya dalam pernyataan sikap ini ada poin yang menyinggung bentuk penindasan di Jawa Tengah. “Kami juga mendukung perjuangan warga Wadas di Jawa Tengah atas penindasan yang dilakukan kapitalis, mendukung warga menolak Omnibus law, hentikan perampasan warga adat di Tambrauw oleh perusahaan PT Nuansa Lestari Sejahtera dan semua perusahaan sawit,” ucap Jefri.
Lainnya adalah meminta Bupati Jayapura dan Gubernur Papua perlu segera menarik perizinan PT. Permata Nusa Mandiri di atas tanah adat milik warga Grime dan Nawa, stop militeristik di kampus dan rektor perlu segera mengaktifkan kuliah online dan gratiskan biaya pendidikan, DPRP segera menggelar sidang paripurna cabut Otsus dan DOB. “Kami juga akan melakukan mosi tidak percaya terhadap elit politik baik gubernur, DPRP maupun MRP yang mendukung Otsus. Sebab mereka bagian dari kelompok penjajah di Papua dan kita akan kembali dalam satu bulan ke depan,” ujarnya seraya menyerahkan pernyataan sikap kepada Yonas Nusi, salah satu anggota DPRP.
Setelah menyerahkan pernyataan sikap ini, massa kemudian berkumpul di Imbi dan pulang secara teratur.
Sementara itu, aksi demo PRP yang digelar di gapura kampus Uncen Waena dibubarkan paksa aparat keamanan.
Aksi yang digelar sekira pukul 10.00 WIT tersebut, awalnya mahasiswa yang berjumlah puluhan orang berorasi.
Dalam orasinya mahasiswa masih menyampaikan aspirasi yang sama terkait penolakan DOB dan juga otonomi khusus serta meminta solusi demokrasi yaitu referendum bagi orang asli Papua.
Namun sayangnya aksi demo yang digelar mahasiswa, dibubarkan secara paksa oleh aparat keamanan yang sudah lebih dulu ada di sekitar lokasi sejak pagi hari.
Kordinator Lapangan Kamus Bayage dari FKIP Uncen mengatakan aksi yang mereka gelar tetap pada agenda yang sama yaitu menolak DOB dan juga otonomi khusus serta memberikan solusi demokrasi bagi warga Papua yaitu referendum.
“Kami tolak Otsus dengan DOB. Karena otsus jilid satu hadir tidak mensejahteahkan rakyat Papua dan pemekaran tiga provinsi tentu sangat sepihak dengan suara rakyat dan mahasiswa. Untuk itu, kami PRP menggelar aksi nasional dan kami mahasiswa terus aksi minta cabut Otsus dan tolak DOB serta memberikan solusi demokrasi yaitu referendum bagi orang Papua,” katanya.
Dia mengatakan bahwa selama adanya dua provinsi saja, warga Papua berada pada posisi termiskin sesuai dengan data BPS dan juga sumber daya manusia terendah se-Indonesia. Belum lagi masalah kesehatan dan masalah lainnya. Sehingga menurutnya dapat disimpulkan bahwa kehadiran DOB jelas akan memperburuk kondisi orang Papua di segala aspek Maka sebagai mahasiswa yang sadar akan hal ini pihaknya turun jalan dengan aksi PRP agar negara jangan seenaknya mengatur hak Papua di negeri orang Papua yang sudah diwariskan oleh leluhur ras kulit hitam rambut keriting.
Dia juga menyayangkan sikap aparat kepolisian yang secara jelas membungkam ruang demokrasi yang sudah diatur oleh negara Indonesia dengan menghalang aksi demonstrasi massa di seluruh Papua.
“Hadirnya DOB dengan Otsus, kami dua provinsi saja kami sudah habis dan suara kami dibungkam terus sampai muncul tiga provinsi dan ini akan memhuat kami habis maka kamin tolak,” katanya,
Dari pantauan Cendrawasih Pos selama aksi tersebut berlangsung tidak mengganggu arus lalu lintas namun aktivitas perkuliahan aktivitasnya sedikit menurun. Karena hanya jalan keluar saja yang dipalang sementara jalan masuk di kampus Uncen Waena bisa dilalui dengan baik
Sementara itu, dari pantauan Cenderawasih Pos di sekitar Abepura khususnya di Lingkaran Abepura yang selama ini menjadi salah satu titik kumpul massa, aktivitas warga tetap berjalan seperti biasa.
Sejumlah toko di sekitar Lingkaran Abepura sempat tutup, namun kembali buka pada pukul 10.00 WIT. Aaparat keamanan juga terlihat berjaga-jaga di sekitar Lingkaran Abepura.
Di sekitar gapura kampus Uncen Abepura juga terlihat aksi demontrasi, namun tidak menganggu aktivitas mahasiswa lainnya. Kendaraan yang melintas di depan kampus Uncen Abepura juga tidak terganggu.
Berto salah satu sopir taksi jurusan Waena-Abepura mengatakan dirinya yakin akan kesiagapan pihak keamanan dalam mengamankan jalannya demontrasi, sehingga dirinya merasa aman beraktifitas.
“Kami senang karena kesigapan aparat keamanan menjaga situasi demo sungguh sangat ketat. Bahkan dari pagi mereka sudah tiba di depan Gapura Uncen Waena,” ucapnya.
Hal yang sama disampaikan salah satu penjual bakso yang ditemui di sekitar Lingkaran Abepura. Penjual bakso yang enggan namanya dikorankan mengaku tidak ragu beraktivitas karena adanya jaminan keamanan dari aparat keamanan. Dia berharap dari aksi demontrasi ini tidak meninggalkan kesan buruk.
“Kalau dibilang takut, pasti takut apalagi dengan kejadian tahun 2019 lalu, namun kami yakin dengan pihak kepolisian, pastinya mereka akan menjaga situasi ini, agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan,” tutupnya.
Sementara itu, ratusan personel gabungan, Polres Jayapura dibackup Brimob dan anggota Polda Papua termasuk anggota TNI dari Yonif 751/Raider melakukan penjagaan ketat di beberapa titik di Sentani, ibukota Kabupaten Jayapura, Kamis (14/7).
Pantauan Cenderawasih Pos, sejak pagi aparat keamanan gabungan TNI-Polri sudah melakukan penjagaan dan pengamanan di beberapa titik yang dianggap rawan di Sentani.
Daerah yang jadi perhatian mulai dari Jalan Sosial, depan jalan masuk Pos VII dan sekitar jalan masuk kawasan Bandara Sentani.
Kapolres Jayapura, AKBP, Fredrickus Maclarimboen, mengatakan, 300 anggota Polres Jayapura disiagakan dalam pengamanan rencana aksi long march yang rencananya dilakukan massa yang dikoordinir PRP.
Dia juga menyebut, sejauh ini kondisi keamanan di Sentani masih kondusif dan aktivitas warga juga relatif aman dan lancar.
Dikatakan, untuk mengamankan rencana aksi demo yang dilakukan oleh warga itu pihaknya telah menurunkan 300 personel Polres Jayapura ditambah satu Kompi Brimob Polda Papua, juga anggota Polda Papua termasuk dari anggota TNI Yonif 751/Raider.
Pihaknya juga meminta warga tidak terpengaruh dengan adanya informasi yang mengkhawatirkan. Karena aparat keamanan memastikan tetap memberikan jaminan keamanan termasuk mencegah adanya kegiatan atau upaya kelompok warga yang dapat menganggu kamtibmas di wilayah hukum Polres Jayapura.
“Kami minta warga tetap tenang dan tetap melaksanakan kegiatan dan rutinitas seperti biasa. Jangan terpengaruh dengan isu-isu yang disampaikan oleh kelompok tertentu,” pungkasnya. (ade/oel/rel/roy/nat)
Continue Reading
Sumber: [1]