Foto: Kendaraan Menumpuk di Hari Pertama PSBB Surabaya. detikOto/Esti Widiyana
Jakarta, CNBC Indonesia – Kota Surabaya menjadi sorotan publik sebab menjadi daerah dengan jumlah peningkatan kasus harian tertinggi, bahkan peta penyebaran Covid-19 Surabaya sempat ditandai warna hitam dengan jumlah lebih dari 2.748 kasus positif.
Pada Sabtu, 6 Juni kemarin, berdasarkan data Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Surabaya mencatat penambahan kasus baru tertinggi sebanyak 296 kasus. Diikuti provinsi DKI Jakarta dengan jumlah positif 104 kasus.
Jumlah pasien positif virus Corona jenis baru secara nasional juga masih cukup tinggi, mencapai 993 kasus di tengah upaya pemerintah mulai menjalankan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) transisi mulai Senin pekan depan, 8 Juni 2020.
”Kenaikan tertinggi didapat dari Jawa Timur dengan 296 kasus meski di hari sama sembuh 154 kasus,” kata Yurianto, Sabtu (6/6/2020).
Sementara itu, data dari Pemprov Jawa Timur menunjukkan, untuk Jawa Timur saja ada sebanyak 5.132 kasus positif Covid-19, artinya lebih dari separuhnya ada di Surabaya. Apa gerangan yang menyebabkan peningkatan jumlah kasus ini begitu tinggi di Kota Pahlawan?
Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa menjelaskan, pasien positif Covid-19 di Surabaya sudah mencapai lebih dari 2.000 kasus. Namun, menurutnya, tak serta masuk zona hitam seperti tertera dalam peta.
”Kemudian ada yang tanya, itu (di peta) kok ada yang hitam. Itu bukan hitam tapi merah tua. Seperti Sidoarjo yang angka kasusnya 500 (kasus) sekian merah sekali, kalau angkanya dua ribu sekian (Surabaya) merah tua,” ujar Khofifah seperti dikutip CNN Indonesia, Kamis (3/6/2020).
Berpotensi Jadi Wuhan
Ketua Rumpun Kuratif Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Joni Wahyuhadi mengaku khawatir dengan penularan Covid-19 di wilayah Surabaya Raya. Surabaya bahkan disebut berpotensi menjadi Kota Wuhan, China, tempat pertama kali Covid-19 ditemukan dan mewabah.
”65 persen Covid-19 ada di Surabaya Raya. Ini tidak main-main kalau kita tidak hati-hati maka Surabaya bisa jadi Wuhan,” kata Joni, di Surabaya, Rabu (27/5/2020) lalu.
Saat itu, Joni sempat mengatakan bahwa pihaknya memang tengah fokus menurunkan tingkat penularan Covid-19, terutama di Surabaya yang saat ini masih mencapai angka 1,6. Itu artinya, ketika 10 orang terinfeksi Covid-19 dalam satu minggu bertambah jadi 16 orang.
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini sudah melakukan berbagai upaya untuk memutus rantai penularan virus, di antaranya dengan melakukan pelacakan dan pemetaan wilayah secara masif.
”Jadi kami punya beberapa klaster yang ada di Surabaya. Kita tracing, siapa dia, ketemu di mana, kemudian siapa saja di situ,” kata Risma seperti dilansir CNN Indonesia.
Dari hasil tracing itu, lanjut dia, kemudian ditemukan orang dengan risiko (ODR). Dari dasar data tersebut, Pemkot Surabaya mendetailkan siapa saja atau keluarga yang ada di situ.
Ia mencontohkan dalam satu perusahaan setelah dilakukan test ditemukan satu orang positif, maka satu orang itu langsung dilakukan tracing untuk seluruh keluarganya. Dan orang itu dimasukkan sebagai ODR.
Setelah itu, ujar Risma, dokter mendatangi rumahnya dan melakukan pemeriksaan. Jika kondisinya berat, maka dimasukkan ke rumah sakit. Namun, jika kondisinya tidak berat orang tersebut dibawa ke Hotel Asrama Haji untuk isolasi.
Namun demikian, ia mengaku ada beberapa yang tidak mau karena mereka menyatakan tidak positif dan ingin melakukan isolasi mandiri di rumah.
”Nah ketika melakukan isolasi mandiri di rumah itu, kami memberikan makan supaya mereka tidak keluar (rumah). Setiap hari kelurahan mengirim makan tiga kali sehari. Siangnya kita berikan telur dan jamu. Itu mereka isolasi mandiri. Kadang-kadang ada vitamin,” ujarnya.
Selain itu, Risma menyatakan saat ini Pemkot Surabaya terus gencar melakukan rapid test (tes cepat) massal dan swab di beberapa lokasi yang dinilai ada pandemi.
(gus/gus)