Papua dikenal dengan sagu sebagai bahan utama dalam banyak hidangan tradisionalnya. Sagu lebih melimpah di Papua dibandingkan padi atau gandum, sehingga menjadi bahan pokok penting. Tanaman sagu tumbuh subur di dataran rendah berawa dan pesisir Papua. Bisa dibilang, sagu merupakan warisan nenek moyang yang tumbuh alami tanpa perlu ditanam.
Selain papeda, hidangan sagu yang terkenal adalah Sinole. Makanan ini menjadi pilihan utama masyarakat Papua ketika bosan dengan papeda. Hidangan ini menggabungkan sagu dan parutan kelapa, memberikan rasa unik dan lezat. Sagu untuk Sinole berasal dari Boven Digoel yang dikenal sebagai “Om” dalam Bahasa Muyu.
Untuk membuat Sinole, sagu mentah dijemur hingga kering lalu diayak menjadi tepung halus. Kelapa parut disangrai sebelum dicampur dengan tepung sagu, gula, dan garam, menghasilkan Sinole berwarna kecoklatan dengan rasa khas. Ada juga cara lain, yaitu merebus santan kelapa dan memasukkan sagu hingga matang, menghasilkan butiran kasar berwarna cokelat muda dengan rasa hambar, gurih, dan manis. Penganan bisa disantap dengan ikan masak kuah kuning atau tumis bunga pepaya.
Makanan khas Papua ini menawarkan perpaduan rasa manis dan gurih dari kelapa dengan tekstur lembut dari sagu. Hidangan ini bisa menjadi makanan pokok atau pendamping teh di pagi atau sore hari. Bahkan makanan ini juga dikenal di Raja Ampat, Maluku, dan Sulawesi.
Selain sebagai makanan pokok, pengganti sagu ini juga bisa dijadikan kudapan kecil atau camilan yang sering diisi dengan gula merah. Tepung sagu dicampur kelapa parut dan sedikit garam dipanggang kemudian diberi taburan gula merah di tengahnya. Rasa kenyal dan gurih dari kudapan ini berpadu sempurna dengan manisnya gula merah yang meleleh di mulut. Masyarakat Papua biasa menikmati hidangan ini hangat-hangat, ditemani teh tawar atau kopi pahit.
Sinole adalah bukti kekayaan kuliner Papua, menghadirkan cita rasa autentik yang kaya sejarah dan tradisi, menawarkan pengalaman kuliner tak terlupakan.
