Mahkamah Konstitusi (MK) baru-baru ini memutuskan bahwa gugatan sengketa Pemilihan Legislatif (Pileg) Partai Amanat Nasional (PAN) di Papua Pegunungan tidak dapat diterima. Keputusan ini mengundang kontroversi karena alasan yang tidak jelas dari pihak yang mengajukan gugatan.
Dalam sidang pengucapan putusan/ketetapan PHPU Tahun 2024, Ketua MK Suhartoyo menyatakan bahwa permohonan yang diajukan oleh PAN tidak dapat diterima karena ketidakjelasan dalam alasan permohonan dan tuntutan yang diajukan.
Menurut penjelasan Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah, terdapat pertentangan dalam petitum yang diajukan oleh PAN. Petitum tersebut tidak konsisten dalam menentukan jumlah perolehan suara yang diminta untuk diputuskan oleh MK.
PAN meminta MK menetapkan hasil perolehan suara sebesar 5.213 suara dalam petitum angka 3, sementara dalam petitum angka 4, mereka meminta MK menetapkan hasil perolehan suara sebesar 7.386 suara. Hal ini menimbulkan kebingungan dalam penetapan jumlah suara yang sebenarnya diminta oleh PAN.
MK juga menemukan pertentangan antara posita dan petitum dalam permohonan yang diajukan. Hal ini membuat MK menyimpulkan bahwa permohonan PAN tentang Pileg Papua Pegunungan ini tidak konsisten dan tidak dapat dipertimbangkan lebih lanjut.
Meskipun PAN mengklaim adanya kecurangan dalam rekapitulasi suara di Distrik Mugi, MK tidak menemukan bukti yang cukup untuk mendukung klaim tersebut. Hasil perolehan suara PAN yang seharusnya 5.240 suara akhirnya ditetapkan sebagai nol oleh MK.
Kontroversi ini menyoroti masalah dalam sistem pemilihan pada Pileg Papua Pegunungan dan memunculkan pertanyaan tentang transparansi dan integritas proses demokratis di daerah tersebut.