PARIS, HARIANHALUAN.COM – Tidak semua warga Paris menyambut New Normal. Seorang warga yang telah lama tinggal di Paris, Delphine, sebagaimana dilansir BBC mengatakan bahwa dia senang ketika Paris sepi.
“Saya lebih suka begitu (Paris kosong),” ujarnya, “Kita bisa mendengar kicauan burung. Saya mengalami semacam sindrom akhir lockdown dengan merasa agak ‘diserang’ ketika tahu bahwa akan banyak orang kembali memenuhi jalan.”
Tidak semua warga Paris tidak bahagia dengan adanya lockdown.
Saat Longgarkan Lockdown Alane Kadouri, seorang psikiater di Rumah Sakit Cochin di Paris mengatakan bahwa dirinya terkejut dengan banyaknya orang yang sebenarnya lebih menyukai pemberlakuan karantina.
Baca Juga :
Tak Perlu Jaga Jarak Lagi, Selandia Baru Klaim Telah Berhasil Singkirkan Virus Corona
Baca Juga :
Kuartal Pertama 2020, Pertumbuhan Ekonomi Jepang Sudah Minus 2,2%
“Mereka yang takut akan hubungan sosial merasa aman selama lockdown,” ujar Kadouri.
Pria itu juga menambahkan, “Mereka yang mengalami rumitnya kehidupan cinta tidak perlu mempertanyakannya pada diri mereka sendiri, para remaja akan sangat senang berada di rumah bermain video games dan media sosial.”
Namun, menurutnya, terdapat jarak yang lebar antara pengalaman warga biasa dengan para perawat di rumah sakit tempat dia bekerja.
“Satu dari 10 perawat merasa ‘diserang’ selama lockdown,” ujarnya, “beberapa diminta tetangga mereka untuk meninggalkan apartemen karena para tetangganya merasa khawatir akan terkontaminasi (virus).”
Kini, era tatanan baru tengah dimulai. Kadouri menyaksikan beberapa dari para petugas medis tumbang. “Mereka takut akan gelombang kedua virus dan mereka kelelahan,” ujar Kadouri.
“Saya pernah mendengar ini dari seorang perawat berusia 30 tahun yang bahkan merasa kesulitan saat harus menaiki anak tangga.”
Siapa yang lebih penting di Paris saat ini?
Seorang perawat bernama Rolande Mariel juga bekerja di Rumah Sakit Cochin. Dengan berkurangnya beban pada sistem medis dan pasien non-Covid datang untuk rawat jalan, menurutnya dukungan publik terasa memudar.
“Ketika pasien-pasien kami mulai kembali, mereka mulai agresif seperti biasa,” ujarnya.
“Saya katakan pada mereka, tak ada gunanya bertepuk tangan untuk kami tiap sore jika mereka tetap bersikap seperti itu kepada kami! Orang memang mudah lupa. Setelah Bataclan (serangan teroris), polisi menjadi pahlawan, kini setiap orang berpikir polisi akan membunuh kita semua.”
Perkataan Mariel merujuk pada isu protes terhadap ketidakadilan rasial yang baru-baru ini terjadi di AS dan viral secara global.
Setelah Paris memulai kembali ‘kehidupannya’ setelah berbulan-bulan koma secara sosial dan ekonomi, gagasan tentang siapa yang lebih penting di Paris saat ini telah dirombak. Ada pertanyaan penelitian berbunyi; siapa yang lebih berharga bagi Anda di Paris saat ini?: Seorang pekerja eksekutif terkemuka yang bekerja dari rumah atau seseorang yang mengantar makanan untuk ibu Anda?
Tetap, para pekerja yang selama ini berperan di tengah pandemi seperti pengumpul sampah, pengemudi kereta, guru, perawat, tidak mampu bertahan tinggal di Paris dengan kondisi seperti sedia kala.
“Kami tidak akan keluar dari hal yang sama,” kata ahli geografi Luc Gwiazdzinski.
Sementara itu, banyak warga Paris yang lebih kaya berpikir untuk pindah dari ibu kota itu, seperti yang banyak dilakukan mereka ketika lockdown. Dan melakukan pekerjaan melalui daring dari rumah-rumah di pedesaan, yang menguntungkan perekonomian di provinsi-provinsi yang lebih kecil.
“Paris (itu) seperti phoenix; (Paris) akan dilahirkan kembali,” kata Gwiazdzinksi.
“Paris bukan hanya pusat ekonomi, ia memiliki dunia yang romantis dan imajiner. Imajinya sebagai ibu kota cinta dan romansa belum rusak. Tetapi bagi orang yang tinggal di sini (Paris) itu adalah cerita yang berbeda.” (*)