Harianjogja.com, JAKARTA – Uji coba vaksin virus Corona penyebab Covid-19 yang dilakukan Universitas Oxford tidak memberikan hasil yang memuaskan. Vaksin tersebut gagal menahan laju infeksi virus saat diuji pada kera.
Menurut laporan di surat kabar Inggris, The Daily Express, William Haseltine, mantan professor Harvard Medical School, mengatakan semua monyet yang divaksinasi dengan vaksin ChAdOx1 nCoV-19 menjadi terinfeksi ketika berhadapan dengan virus.
“Tidak ada perbedaan dalam jumlah RNA virus yang terdeteksi pada monyet yang divaksinasi dibandingkan dengan yang tidak divaksinasi. Artinya, semua hewan yang divaksinasi terinfeksi,” katanya dikutip dari The Indian Express, Sabtu (23/5/2020).
Kendati demikian para peneliti menemukan bahwa vaksin tersebut melindungi kera dari pneumonia. Tercatat bahwa kera yang divaksinasi memiliki beban virus yang lebih rendah dibandingkan kera yang tidak menerima dosis.
Sejumlah negara saat ini diketahui tengah berlomba menemukan ‘obat penawar’ untuk virus corona. Lebih dari 100 yang dikembangkan di seluruh dunia.
Pekan lalu, perusahaan farmasi Moderna Inc mengklaim vaksin buatannya menunjukkan hasil yang signifikan. Vaksin bernama mRNA-1273 mampu menciptakan antibodi untuk menangkal virus Corona (Covid-19). Namun hasil tersebut baru bereaksi terhadap 8 sukarelawan dari total 45 orang yang disuntik vaksin.
Dikabarkan bahwa antibodi yang dihasilkan lebih tinggi daripada yang ditemukan dalam darah pasien Covid-19 yang pulih. Beberapa peserta menunjukkan efek samping dari penyuntikan vaksin seperti nyeri, kemerahan di tempat suntikan, dan demam.
Sementara itu, para ilmuwan di Universitas Peking di China mengklaim berhasil menguji coba obat pada hewan. Mereka berpendapat bahwa obat adalah kunci untuk menghentikan Covid-19 daripada vaksin.
Para peneliti mengatakan obat itu dapat mempersingkat waktu pemulihan bagi pasien yang terinfeksi Covid-19 dan hasilnya juga menunjukkan potensi untuk menawarkan kekebalan jangka pendek dari virus.
Sunney Xie, Direktur Pusat Inovasi Lanjutan Genomik Universitas Beijing, mengatakan bahwa obat ini telah berhasil pada tahap pengujian hewan. Ketika menyuntikkan antibodi penawar ke tikus yang terinfeksi, beban virus dalam tubuh tikus tersebut berkurang.
Xie mengatakan hasil menunjukkan bahwa obat potensial ini memiliki efek terapi. Obat ini bekerja dengan menghasilkan antibodi penawar yang diproduksi oleh sistem kekebalan tubuh manusia untuk mencegah sel-sel yang menginfeksi virus.
“Harapannya, antibodi yang dinetralkan ini bisa menjadi obat khusus yang akan menghentikan pandemi,” ujar Xie. Dia mengatakan obat itu harus siap digunakan akhir tahun ini dan mengantisipasi gelombang kedua virus pada musim dingin nanti.
Calon vaksin virus corona (Covid-19) sedang dalam uji coba di dunia kesehatan/Shutterstock
Di sisi lain, Thailand baru-baru ini mengatakan vaksin untuk Covid-19 yang dikembangkan mereka baru rampung tahun depan. Taweesin Wisanuyothin, juru bicara Pusat Administrasi Situasi COVID-19 Thailand mengatakan bahwa pihaknya mulai menguji vaksin mRNA pada monyet pekan depan.
Vaksin Thailand sedang dikembangkan oleh National Vaksin Institute, Departemen Ilmu Kedokteran dan pusat penelitian vaksin Universitas Chulalongkorn. Messenger RNA mendorong sel-sel tubuh untuk memproduksi apa yang disebut antigen, molekul di permukaan virus, yang memacu sistem kekebalan tubuh untuk bekerja.
Selain itu, pembuat obat Pfizer yang berbasis di AS, yang bersama-sama mengembangkan vaksin Covid-19 dengan perusahaan Jerman BNTECH, telah memulai tahap pertama uji coba pada manusia. Hampir 200 orang berusia antara 18-55 berpartisipasi dalam uji coba ini.
Pada fase berikutnya, 160 orang lagi akan diuji. Vaksin ‘BNT162’ menerima persetujuan klinis pada bulan Maret. Diketahui Pfizer dan BNTECH telah memperkenalkan empat kandidat vaksin, yang telah dirancang dengan format messenger RNA (mRNA) dan antigen target.
Sementara tiga vaksin mengandung mRNA yang dimodifikasi nukleosida, satunya lagi mengandung mRNA yang dapat menguatkan diri. Perusahaan ini berharap menghasilkan satu juta vaksin untuk digunakan pada Oktober 2020.
Sumber : JIBI/Bisnis Indonesia