TIMIKA | Umat Katolik seluruh dunia tak terkecuali di Keuskupan Timika, Papua hari ini, Rabu (2/3/2022) memperingati Rabu Abu, awal masa Prapaskah dimana umat memasuki masa tobat 40 hari sebelum Paskah.
Keuskupan Timika telah mengeluarkan surat nomor 341/SKT/11/2022/1.3.2 tanggal 24 Februari 2022 mengenai peraturan pantang dan puasa.
Disampaikan, mulai tanggal 2 Maret 2022, seluruh umat Katolik memasuki masa Prapaskah yang merupakan masa khusus untuk mempersiapkan diri memperingati Paskah yang akan jatuh pada tanggal 17 April 2022.
Keuskupan Timika pada masa Prapaskah mengusung tema “Berjalan Bersama menuju Hidup Baru”.
Peraturan Pantang dan Puasa mengikuti norma umum yang telah diberlakukan selama ini, yaitu Hari Puasa tahun 2022 jatuh pada hari Rabu Abu tanggal 2 Maret dan Jumat Agung tanggal 15 April.
Sedangkan Hari Pantang adalah hari Rabu Abu dan tujuh hari Jumat selama masa Prapaskah.
Ada pun yang wajib berpuasa adalah semua orang Katolik yang berusia 18 tahun sampai awal tahun ke-60, dan wajib berpantang adalah semua orang Katolik yang berusia genap 14 tahun ke atas.
Dijelaskan, puasa dalam arti yuridis berarti makan kenyang hanya satu kali sehari, sementara pantang berarti memilih pantang hal-hal tertentu, seperti daging atau ikan atau garam, atau jajan dan rokok.
Puasa dan berpantang sangat dianjurkan, agar secara pribadi atau bersama-sama, misalnya oleh seluruh keluarga, atau seluruh lingkungan, atau seluruh kombas, ditetapkan cara puasa dan pantang yang dirasakan lebih sesuai dengan semangat tobat dan matiraga yang ingin dinyatakan.
“Hendaknya juga diusahakan agar setiap orang beriman Kristiani baik secara pribadi maupun bersama-sama mengusahakan pembaharuan hidup rohani, misalnya dengan rekoleksi, retret, latihan
rohani, ibadat Jalan Salib, meditasi dan sebagainya,” kata Sekjen Keuskupan Mimika, R.P. Andreas Madya, SCJ kepada Seputarpapua.com melalui WhatsApp, Rabu (23/3/2022).
Disebutkan, salah satu ungkapan tobat bersama dalam masa Prapaskah ialah Aksi Puasa Pembangunan (APP) yang diharapkan mempunyai nilai dan dampak pembaharuan pribadi, serta semangat solidaritas kepada sesama pada tingkat paroki, keuskupan dan nasional.
Pastor Andreas juga mengatakan, melalui tema yang diusung oleh Keuskupan, secara umum bahwa umat harus berangkat dari penyadaran diri, bahwa kita (juga Gereja) mengalami cobaan dan godaan, dan sering jatuh dalam kesalahan.
“Dari kesadaran itu, kita harus mengalami pertobatan/metanoia/pembaharuan diri dengan paradigma yang baru. Melalui penyadaran diri dan pertibatan itu, kita berharap untuk menjadi manusia yang baru yg tidak lagi dikuasai oleh kebencian dan pertikaian. Kita membangun solidaritas kita terhadap kereka yang tersingkir dan yang kecil (miskin),” pungkasnya.
Artikel ini telah tayang di Papuanesia.id
Artike :Umat Katolik Masuki Masa Prapaskah, Mengapa Perlu Puasa dan Berpantang?
Sumber: [1]